Jakarta – Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) tengah mengkaji kemungkinan menaikkan harga produk makanan dan minuman (mamin).
Rencana kenaikan harga dipengaruhi oleh melonjaknya harga raw sugar.
“Saat ini harga gula mentah mencapai USD 19 sen per pon atau sekitar Rp 3 ribu per kilogram (kg), setelah diolah menjadi gula rafinasi dijual dengan harga Rp 6-7 ribu per kg. Dengan harga sekarang, maka harga jualnya menjadi di atas Rp 10.000 per kg gula rafinasi,” kata Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman di Jakarta , kemarin.
Oleh karena itu, dirinya mengaku Gapmmi sedang risau atas kenaikan harga raw sugar tersebut. “Jika ini berlanjut, kami membuka peluang kemungkinan menaikkan harga mamin,” tambahnya.
Adhi menyebut saat ini jarak antara harga gula rafinasi untuk industri dan harga gula konsumsi untuk masyarakat umum sudah semakin kecil.
Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2022, Harga Acuan Pembelian/Penjualan (HAP) gula konsumsi di tingkat produsen ditetapkan Rp 11.500 per kg dan di tingkat konsumen Rp 13.500 per kg untuk ritel modern.
Menurut Adgi, kenaikan gula tersebut meningkatkan biaya produksi dan akan berdampak pada produk jadi mamin.
“Bisa jadi (ada kenaikan harga), namun kami belum hitung ya (kenaikannya berapa). Biasanya kami mau naik harga itu akhir tahun atau awal tahun. Jarang industri menaikkan harga di tengah tahun. Perkiraan saya harga akan stabil hingga akhir tahun ini, kami mau enggak mau mungkin margin berkurang,” kata Adhi.
Dia mengatakan, kenaikan harga gula mentah disebabkan pengaruh climate change dan perkiraan di beberapa negara seperti di Thailand panasnya luar biasa. Bahkan, sampai 50 derajat Celcius seperti di India. Penyebab lainnya adalah lahan tebu yang tertanam menurun akibat kekeringan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika menyebut bahwa pemerintah saat ini sedang meninjau harga gula konsumsi.
“Karena jarak atau gap antara gula rafinasi dan gula konsumsi yang biasanya jauh sekarang menjadi tipis, pemerintah yang dalam hal ini dipimpin oleh Badan Pangan Nasional akan melakukan harmonisasi harga gula konsumsi. Ini mau disinkronkan. Kalau umpamanya harga gula rafinasi ketinggian dan harga gula konsumsi terlalu rendah, nanti semua dipakai untuk industri, masalah kita,” papar Putu.
Dirinya mencontohkan, Malaysia melakukan penyesuaian harga dalam menanggapi kenaikan harga gula mentah dunia. Negeri jiran tersebut akan menaikkan harga dari sekitar 2,8 ringgit per kg, menjadi 3,8 ringgit atau Rp 13 ribu untuk harga penjualan di konsumen.
“Paling tidak, nanti, harga di kita sama kayak di Malaysia, Rp 14.600-an dalam harga acuan penjualan. Ini kan masih ada toleransi sekitar 15% di atas harga acuan penjualan maupun di bawah. Itu untuk yang Jawa. Yang di luar Jawa harus lihat cost distribusinya. Mungkin ini yang paling dekat untuk dilakukan,” paparnya.
Putu menjelaskan, pemerintah sedang benar-benar mengupayakan untuk meningkatkan produksi gula dari lahan yang sama dan memperbaiki rendemen. Disamping itu, meningkatkan infrastruktur di daerah tertentu, sehingga masyarakat semakin luas menanam tebu.
“Sehingga mudah-mudahan itu akan terus berlanjut dan regulasi terkait itu sedang diselesaikan,” tutup Putu.