Jakarta – Ekspor alas kaki masih belum menunjukkan perbaikan. Tercatat, pada kuartal I-2023, ekspor alas kaki mencapai US$ 1,6 miliar. Angka tersebut turun 17,57% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,9 miliar.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri membenarkan hal tersebut. Bahkan, Aprisindo memperkirakan ekspor tahun 2023 akan menurun hingga 50% dibanding tahun lalu yang mencapai US$ 7,7 miliar.
“Nilai ekspor di kuartal I-2023 turun 17,57% dibandingkan tahun lalu sebelumnya. Melihat hasil tersebut, kami memperkirakan ekspor turun drastis mencapai US$ 7,7 miliar,” kata Firman.
Dirinya menyebut bahwa hingga saat ini belum ada indikator yang menunjukkan ekonomi global akan bergerak ke arah positif. Terlebih, sisi politik di Amerika Serikat (AS) masih memanas. Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi kondisi ekonomi AS, yang akan semakin menurunkan permintaan ekspor.
“Pangsa pasar ekspor terbesar kita itu di AS yang sekitar 33%. Kemudian, Uni Eropa 25%, dan Tiongkok 17%. Hingga saat ini, belum ada indikator positif yang betul-betul bisa memengaruhi permintaan ekspor,” terangnya.
Firman mengaku tidak mudah untuk mencari pasar alternatif untuk ekspor. Hal ini karena produk alas kaki Indonesia yang diekspor adalah produk premium, yang segmen pasarnya berbeda dengan negara lain.
“Masih agak susah mencari pasar ekspor yang baru. Satu-satunya cara melakukan efisiensi,” ucapnya.
Firman juga mengungkapkan bahwa, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri alas kaki masih terus terjadi. Pada periode Januari – Mei 2023, PHK bertambah 6.000 orang, sehingga sejak tahun lalu sudah 31.700 pekerja terkena PHK.
Dirinya menyebut, penambahan 6.000 orang yang terkena PHK pada periode Januari – Mei 2023 bukan karena tidak berfungsinya Permenaker No 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Firman mengungkapkan, sebelum Permenaker tersebut terbit pada April lalu, sudah ada pabrik yang telah melakukan PHK.
“Kami memperkirakan kondisi ini akan berlangsung sampai awal semester II-2024. Permenaker ini sangat dibutuhkan. Kami berharap bisa diperpanjang sampai pertengahan tahun depan,” tutup Firman.