Jurnalindustry.com – Jakarta – Aksi kali ketiga aliansi IKM, pekerja dan masyarakat tekstil Indonesia hari rabu kemarin (17 Juli 2024) yang kali ini menyasar kantor Kementrian Keuangan menuntut Menteri Keuangan, Sri Mulyani untuk mundur dinilai sangat wajar.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyatakan bahwa telah terjadi pembiaran praktik impor iilegal selama lebih dari 7 tahun, bahkan sebelum pandemi.
Banyak kalangan tekstil sudah menyampaikan keluhan terkait dengan praktik impor borongan dan underinvoicing, bahkan sudah dijelaskan secara detil titik permasalahan dan usulan solusinya, namun dianggap angin lalu.
“Bahkan Bu Sri pernah membentuk SATGAS Penertiban Impor Beresiko Tinggi (PIBT) pada tahun 2017 yang melarang hingga menindak praktik impor borongan dan praktik under invoicing, tapi di 2018 mulai marak lagi tanpa ketegasan,” ucap Redma.
Pihaknya mengaku pernah menjelaskan praktik importasi ilegal ini kepada Komite Pengawas Perpajakan Kemenkeu dan memberikan usulan soal penindakan yang bisa dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk barang ilegal yang sudah beredar dipasar hingga bisa menindak sampai distributor dan importirnya.
“Banyak pedagang yang menjual barang tanpa PPN, itu pasti barang ilegal, tapi DJP tidak melakukan tindakan apa-apa, malah justru menyasar para produsen didalam negeri, kami melihat ada keberpihakan yang terbalik,” ujarnya.
Bahkan terkait solusi BMTP dan BMAD yang ditawarkan Menkeu, pihaknya justru merasa heran, karena rekomendasi BMTP dari Mendag dan Menperin sudah ada dimejanya sejak akhir 2022, dan baru ditanda tangan kemarin setelah ratusan ribu pekerja di PHK dan puluhan pabruk gulung tikar.
“Disini kinerja Badan Kebijakan Fiskal (BKF) juga kami nilai lamban dan banyak mis analisa, BMAD PET yang juga sudah direkomendasi Mendag dan Menperin sejak 2018 sampai saat ini belum juga dikeluarkan PMK nya,” ungkap Redma.
“Dari 4 produsen, saat ini 2 perusahaan jalan 70%, 1 perusahaan jalan 40% dan satu perusahaan sudah stop produksi,” tambahnya.
Dalam orasinya, koordinator massa aksi, Agus Liwaya secara tegas meminta agar Menteri Keuangan untuk bertanggung jawab atas masuknya barang impor ilegal hingga membanjiri pasar tekstil domestik yang membuat ratusan ribu pekerja tekstil di PHK, puluhan perusahaan dan ratusan IKM gulung tikar.
“Bea Cukai sebagai penjaga gerbang pelabuhan yang seharusnya dapat melindungi dan memberantas impor ilegal tekstil, ini malah banyak oknum yang memfasilitasi impor borongan,” tegasnya.
Salah satu poin pernyataan sikap yang dibacakan oleh orator dari elemen mahasiswa tekstil, Puspasundani, meminta agar Presiden Jokowi turun langsung untuk turun langsung menyelamatkan industri tekstil nasional karena jaringan mafia impor yang sangat kuat, melibatkan banyak oknum pejabat dan petugas di birokrasi hingga oknum aparat.
“Kami meminta aparat penegak hukum, untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, menangkap dan mengadili oknum pejabat/pegawai pemerintah, pengusaha jasa impor, retailer penjual hingga aparat yang terlibat dalam dalam persekongkolan importasi impor illegal,” ucap Redma.
Orator dari elemen pekerja yang diwakili oleh Tajudin sebagai perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jawa Barat, menyatakan bahwa pihaknya akan terus berjuang bersama seluruh masyarakat tekstil.
“Kami harus bela puluhan ribu anggota kami sudah terdampak PHK, untuk bisa bekerja lagi, impor ilegal sudah menghancurkan industri tempat anggota kami bekerja,” tutupnya.