Jakarta – Sejumlah pengusaha keramik yang tergabung dalam Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) sedang haral-harap cemas. Pasalnya, produk keramik impor asal China dan India semakin merajalela di Tanah Air, khususnya di semester I/2021.
Berdasarkan catatan Asaki, angka pertumbuhan impor produk keramik asal China melejit hingga 101% dan India sebesar 18%. Hal tersebut dikarenakan menurunnya angka presentase pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) pada level 19%.
Oleh karena itu, Asaki mendesak pemerintah ‘gerak cepat’ untuk memperpanjang Safeguard ubin keramik yang akan berakhir pada bukan Oktober 2021.
“Kami sudah mengirim surat kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) agar kebijakan safeguard diperpanjang dan besaran pengenaan BMTP yang lebih optimal,” kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (17/8/2021).
Menurut Edy, dukungan dan atensi pemerintah sangat dibutuhkan guna melindungi dan menguatkan industri keramik nasional, dimana industri keramik memiliki potensi dan kemampuan produksi yang sangat besar namun sampai saat ini masih tercatat memiliki idle capacity 25% atau sekitar 125 juta m2.
“Angka tersebut menunjukkan kemampuan Asaki untuk mensubstitusi semua kebutuhan keramik impor yang mana berkisar 70-80 juta m2/tahun,” terangnya.
Lebih lanjut, Edy mengatakan, Asaki masih cukup optimis kinerja industri keramik nasional akan semakin membaik pada paruh kedua tahun 2021, dengan mengoptimalkan peluang pasar dalam negeri melalui kerja sama Asaki dengan REI dan asosiasi pengembang lainnya dalam pemanfaatan produk bahan bangunan lokal.
Selain itu, Asaki juga mengapresiasi langkah Kemenperin dalam meningkatkan kompetensi dan skill SDM melalui vokasi pendidikan keramik setara D1, serta dukungan dari Kementerian PUPR berupa pelarangan pemanfaatan produk impor bahan bangunan untuk konstruksi dan properti.
“Untuk itu, Asaki hanya sedikit merevisi turun target tingkat utilisasi produksi di tahun 2021 dari 75% menjadi 70% dengan mempertimbangkan dampak dari PPKM Darurat dan peningkatan angka impor,” papar Edy.
Disisi lain, lanjut Edy, kinerja industri keramik nasional sampai dengan semester I/2021 masih ‘on the track’sesuai proyeksi, dimana kapasitas produksi nasional sampai dengan bulan Juli 2021 berada di level 75%, hanya sedikit mengalami penurunan di bulan Agustus 2021 ke level 65% akibat penerapan PPKM Darurat.
“Kinerja ciamik industri keramik nasional sampai dengan semester I/2021 menunjukkan efektifitas dari kebijakan pemerintah memberikan stimulus harga gas sebesar USD 6 per MMBTU yang berlaku mulai April 2020 melalui KepmenESDM nomor 89K,” tuturnya.
Menurutnya, sebagai katalis positif utama harga gas USD 6 per MMBTU membantu pemulihan industri keramik yang lebih cepat di tengah gangguan resesi perekonomian akibat pandemi Covid-19 dan membaiknya daya saing industri keramik nasional, dimana tercermin juga lewat kinerja ekspor keramik tahun 2020 yang mampu bertumbuh hingga 30% dan semester I/2021 juga kembali tumbuh 23%.
“Kinerja ekspor tersebut ditopang oleh peningkatan penjualan ke negara tujuan seperti Filipina, Malaysia, dan Australia,” kata Edy.
Edy juga memastikan bahwa Asaki berkomitmen untuk menyerap pemanfaatan gas yang lebih banyak dengan mengoptimalkan utilisasi produksi keramik nasional dimana sebelumnya berkisar 60-65 BBTUD di 2019 sampai 2020 dan saat ini berada di atas 80 BBTUD.