Jurnalindustry.com – Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah selesai menyusun Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk komoditas keramik.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kasan mengatakan seperti yang telah disampaikan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahwa bea masuk Anti-Dumping yang akan dikenakan berkisar 40%-50%.
“Kalau keputusannya sudah disampaikan tinggal tunggu PMK (Peraturan Menteri Keuangan). (Hasil KADI) iya sudah disampaikan oleh Mendag,” kata Kasan di sela agenda Gambir Talk 15, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).
Terkait penetapan BMAD 200%, Kasan menjelaskan bahwa angka itu keluar dari rekomendasi KADI saja dan belum mempertimbangkan keputusan dari pihak pemerintah. Selain itu juga mempertimbangkan dari perusahaan hingga dampak kepada industri.
“Itu hasil penyelidikan dari KADI, yang tidak kooperatif waktu itu, direkomendasi KADI ya 199,8% dibulatkan jadi 200%. Tapi itu kan belum jadi keputusan pemerintah. Itu kan hanya mengikuti berapa margin yang ditemukan, setelah itu baru pemerintah yang memutuskan,” jelasnya.
Disisi lain, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto memandang bahwa besaran BMAD untuk keramik impor dari Tiongkok yang akan diterapkan masih dibawah harapan dan ekspektasi.
“Besaran BMAD tersebut juga masih jauh dibawah benchmarking dengan besaran BMAD keramik impor Tiongkok dari negara Uni Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat, Mexico, dan India,” terang Edy.
Oleh karena itu, Asaki mengharapkan kehadiran dan keberanian dari Pemerintah terhadap industri dalam negeri yang sedang kontraksi akibat praktek unfair trade berupa BMAD dan BMTP dengan besaran yang memadai.
Dikatakan Edy, tidak ada industri atau negara maju dimanapun yang tahan dan kuat jika dihadapkan dengan persaingan yang tidak sehat seperti unfair trade dan predatory pricing seperti yang terjadi dengan produk keramik impor dari Tiongkok.
“Harus diwaspadai bahwa hal tersebut terjadi karena oversupply dan over capacity industri keramik Tiongkok dan terlebih kehilangan pasar utama ekspornya seperti Amerika Serikat, Mexico, Uni Eropa dan Timur Tengah pasca negara-negara tersebut menerapkan BMAD yang tinggi di kisaran 100-400% terhadap produk dari Tiongkok. Keberhasilan dan keberanian dari negara-negara tersebut harus kita tiru,” pungkas Edy.