Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendukung pertumbuhan industri keramik dalam negeri melalui beberapa kebijakan antara lain, penurunan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU.
”Industri keramik yang juga memperoleh fasiltas harga gas tersebut saat ini utilisasinya mencapai 75%, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Direktur Jenderal IKFT Kemenperin Muhammad Khayam di Jakarta (11/8).
Selain itu, sambung Khayam, pihaknya juga mendorong peningkatan kebutuhan produk industri keramik dengan mempertemukan asosiasi produsen dengan asosiasi industri perumahan.
”Kami memfasilitasi kerja sama tersebut agar kedua pihak dapat bersinergi, menciptakan peluang pasar yang baru, menjamin kepastian rantai pasok, dan menciptakan kemandirian nasional,” tutur Khayam.
Selanjutnya, sejak awal Covid-19 masuk ke tanah air, Kemenperin mendorong keberlanjutan industri saat pandemi melalui kebijakan pembebasan pembayaran minimum 40 jam menyala, termasuk untuk industri tekstil.
”Dengan kebijakan itu, pabrik yang tidak beroperasi hingga 40 jam nonstop dapat menekan biaya produksi. Kebijakan tersebut untuk menstimulus industri agar dapat beroperasi sesuai dengan kapasitasnya,” tandas Dirjen IKFT.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto. Dijelaskan Edy, kinerja industri keramik nasional terus mengalami peningkatan di kuartal I-2021, dimana utilisasi mencapai level 75% sekaligus menjadi yang tertinggi sejak tahun 2015.
Menurut Edy, moncernya kinerja industri keramik tidak luput dari kebijakan stimulus harga gas sebesar USD 6 per MMBTU untuk industri keramik.
”Stimulus harga gas sangatlah efektif dan di waktu yang juga sangat tepat,” kata Edy Suyanto, beberapa waktu lalu.
Selain itu, jelas Edy, industri keramik lebih cepat pulih dan bangkit di tengah pandemi tidak lepas dari peran pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dana desa, serta percepatan penyerapan anggaran belanja nasional dan daerah, sehingga tren peningkatan utilisasi dapat terjaga karena adanya pemulihan daya beli atau tarikan pasar.
Sementara itu, Asaki secara tegas menolak rencana pemerintah mengenakan tax carbon untuk industri.
Menurutnya, pengenaan tax carbon untuk industri tersebut akan langsung terdampak pada penurunan daya saing industri, apalagi di tengah kondisi krisis perekonomian akbiat pandemi Covid-19.
”Rencana penerapan tax carbon ini ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga bagi industri keramik,” kata Edy.
Disisi lain, Asaki berharap stimulus dari pemerintah khususnya di masa PPKM untuk tetap menjaga kinerja industri keramik nasional antara lain, penghapusan pengenaan minimum surcharge pemakaian gas oleh PGN untuk bulan Agustus dan September 2021, pemberian diskon tarif listrik untuk LWBP mulai pukul 22.00 – 06.00.
”Selanjutnya, perpanjangan safeguard keramik, serta penetapan tata niaga impor keramik,” tutup Edy.