Jakarta – Sejumlah pelaku industri meradang atas kebijakan PT Perusahaan Gas Negara atau PGN terkait pembatasan pemakaian gas dengan sistem kuota harian.
Berdasarkan surat edaran PGN yang diterima sejumlah pelaku industri tertulis; Menindaklanjuti surat PGN Nomor 156800.S/PP.03/RD1TGR/2024 Tanggal 3 April 2024 Perihal Pemberlakuan Kuota Pemakaian Gas Bulan April dan Mei 2024.
Sehubungan dengan terjadi kondisi unbalance penyaluran gas akibat adanya natural decline pada sumber pasokan, sebagai upaya pengamanan penyaluran gas ke lokasi sodara maka diperlukan kerja sama oleh para pelanggan dalam penyesuaian pemakaian gas sesuai dengan ketentuan nilai pemakaian minimum kuota kontrak harian dan pemakaian maksimum kuota kontrak harian yang telah ditetapkan oleh PGN sehingga penyaluran gas kepada seluruh pelanggan dapat dilakukan secara optimal.
Dalam hal pelanggan tidak dapat memenuhi terkait ketentuan tersebut maka PGN akan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memberikan peringatan tertulis kepada pelanggan agar pelanggan menggunakan gas tidak melebihi dari kuota pemakaian gas karena akan berpotensi mengganggu penyaluran gas kepada sebagian atau seluruh pelanggan.
2. Mengendalikan pemakaian gas pelanggan dengan melakukan penghentian aliran gas pelanggan dengan dan/atau tanpa pemberitahuan tertulis terlebih dahulu; dan
3. Melakukan penghentian aliran gas selama periode tertentu sampai dengan pelanggan menyampaikan komitmen untuk menggunakan gas sesuai kuota pemakaian gas yang telah ditetapkan oleh PGN
Kebijakan sepihak dari PGN ini menuai kecaman dari sejumlah pelaku industri.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto juga menyatakan keberatannya atas kebijakan pembatasan pemakaian gas dengan sistem kuota harian yang dilakukan PGN.
Dikatakan Edy, kebijakan ‘blunder’ tersebut membuat industri kesulitan untuk mengatur rencana produksi, bahkan terpaksa harus mulai mengurangi beberapa lini produksi.
“Saat ini industri sudah jatuh tertimpa tangga. Kebijakan blunder yang bisa mematikan industri nasional,” kata Edy.
Dikatakan Edy, Asaki telah melaporkan kebijakan yang merugikan tersebut kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk dapat segera dicarikan solusinya.
Akan tetapi yang sangat disayangkan, PGN justru kembali mengeluarkan kebijakan baru berupa ancaman pemutusan atau pemberhantian supply gas sementara kepada industri jika terbukti menggunakan gas diatas ketentuan AGIT dan kuota harian.
“Kebijakan tersebut sangat disayangkan, karena telah mengamcam kelangsungan hidup industri dan sangat tidak ‘fair’, yang mana seharusnya tanggungjawab PGN adalah memenuhi kebutuhan gas pelanggan sesuai isi Kepmen ESDM Nomor 91.K. Tahun 2023 yang merupakan kelanjutan dari Perpres Nomor 121 Tahun 2020,” jelas Edy.
Oleh karena itu, Asaki memohon perhatian serius dari Presiden Joko Widodo dan Menteri ESDM untuk memberikan solusi terhadap gangguan gas untuk industri, terlebih pasca kebijakan HGBT di tahun 2020, industri keramik nasional telah memasuki zona ekspansif dan berhasil menarik investor asing, para pemain sanitaryware jelas dunia yang juga telah selesai merampungkan investasinya di Tanah Air.
“Iklim investasi di Indonesia menjadi terganggu akibat kebijakan PGN tersebut, dan Asaki teleh menerima keluhan dan kekecewaan dari salah satu produsen sanitaryware terbesar di dunia yang telah membangun fasilitas produksi di Indonesia. Bahkan, mereka mengancam akan mengalihkan investasi barunya ke India dan Vietnam,” tutup Edy.
Sementara itu, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan menyebut bahwa kebijakan yang dibuat oleh PGN tersebut tidak masuk akal.
“Absurd! Industei manufaktur adalah pondasi ekonomi, jangan di ‘bonsai’. Dengan kebijakan tersebut, momentum efektivitas kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo dalam Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) direm mendadak. Kebijakan Presiden serasa dibajak oleh pelaksana,” kata Yustinus.
Menurutnya, dengan kebijakan yang tidak masuk akal tersebut akan membuat pelaku industri ‘kelabakan’ mengatur produksi dan penjualan akibat manuver ketidakpastian pasokan gas oleh PGN.
Padahal, lanjutnya, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 91 Tahun 2023, sudah sangat merinci pasokan per sumur gas per penyalur dan per penerima.
Dikatakan Yustinus, dengan terbitnya kebijakan tersebut akan membuat investor bertambah ‘shock’ atau terkejut.
“Ini ‘gempa susulan’ terkuat dari PGN, yang pada awalnya terkesima dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2020 yang memperkuat Perpres 40/2016. Meskipun, kebijakan tak masuk akal lainnya sudah sering terjadi,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI), Henry Sutanto.
Dirinya menyebut bahwa kebijakan PGN yang mengenakan kuota pemakaian gas sangat mengganggu industri gelas. Pasalnya, industri gelas kaca nasional tidak dapat mengurangi pemakaian gas secara langsung.
“Pengurangan pemakaian gas artinya bagi anggota kami yaitu mengurangi output dan pemakaian mesin yang ujungnya adalah pengurangan pemakaian tenaga kerja,” jelas Henry.
Menurutnya, dengan kebijakan pembatasan pemakaian kouta gas ini, PGN seolah-olah memaksa industri gelas kaca untuk mengurangi produksi dan tenaga kerja.
“Kebijakan ink sangat mengganggu jalannya industri gelas kaca dan industri lainnya, dan kelihatannya PGN tidak peduli,” ucapnya.
“Dengan sebagai supplier tinggal (monopoli), PGN bisa berlaku seenaknya dan industri tidak bisa berbuat banyak,” tutup Henry.