Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk tujuh (7) sektor industri masih terus berjalan.
Meskipun saat ini pemerintah tengah mengkaji untuk merevisi kebijakan HGBT untuk ketujuh sektor industri tersebut.
“Sampai saat ini kebijakan HGBT US$ 6 dolar per MMBTU masih berlaku. Kemenperin dan kementerian terkait masih terus melakukan evaluasi,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Ignatius Warsito di Jakarta, Selasa (23/5).
Dirinya menekankan bahwa dari sisi industri hanya ingin memastikan alokasi pasokan gas untuk sektor industri.
“Kalau untuk harga, kita bisa memberikan toleransi dalam konteks merujuk pada harga gas dunia yang menyentuh US$ 20,” terangnya.
Meski demikian, Warsito memastikan bahwa jika harga gas dan alokasi sesuai, tentunya industri juga pasti akan tumbuh.
“Jika hitung-hitungan industri, dengan US$ 6, kita bisa bangun 10 pabrik pupuk dengan kapasitas bisa mencapai 10 juta,” papar Warsito.
“Tapi ini proses, justru kami menawarkan bagaimana kita memberi payung yang mana sektor hulu migas dengan kebutuhan dalam negeri untuk pemanfaatan gas bumi ini menjadi adil, pasti dan bermanfaat untuk semuanya,” tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengajukan revisi Keputusan Menteri (Kepmen) No 134 Tahun 2021 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Menteri ESDM telah menyampaikan surat Permohonan Pertimbangan Perhitungan Penyesuaian Penerimaan Negara Sehubungan dengan Penyesuian Harga Gas Bumi sebagaimana ketentuan di dalam Perpres 121 Tahun 2020.
“Dalam Kepmen yang direvisi ini harga gas yang dipatok tidak persis di US$ 6 per MMBTU. “Jadi akan US$ 6 sekian,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji
Dia menyatakan, evaluasi harga gas murah ini harus sejalan dengan peningkatan industri penerima misalnya adanya kenaikan penyerapan tenaga kerja, utilisasi pabrik, hingga kontribusi pajak bagi negara.