Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) konsisten mengakselerasi pengembangan Kawasan Industri Teluk Bintuni. Upaya ini sebagai wujud dukungan dalam rencana pengembangan KI Teluk Bintuni yang dilakukan melalui skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) atau yang lebih dikenal dengan Public Private Partnership (PPP).
“Pengembangan KI Teluk Bintuni yang berbasis industri pengolahan gas ini dilakukan dengan skema Design-Build-Maintenance-Transfer (DBMT) dengan jangka waktu KPBU selama 23 tahun,” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Eko S.A. Cahyanto di Jakarta, Jumat (22/10).
Dirjen KPAII mengemukakan, KI Teluk Bintuni merupakan salah satu kawasan industri dengan status Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Kawasan Industri Prioritas sesuai RPJMN 2020-2024.
“Kawasan ini perlu mendapat perhatian ekstra dari pemerintah untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam mewujudkan pembangunan industri di Papua Barat,” ungkapnya.
Dua tantangan utama yang dihadapi dalam pengembangan KI Teluk Bintuni adalah proses pengadaan lahan (di Desa Onar Baru, Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat) dan kepastian alokasi gas.
“Proses pengadaan lahan sebaiknya dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai bentuk komitmennya dalam pengembangan kawasan setempat,” imbuhnya.
Bupati Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw menyampaikan bahwa pembangunan KI Teluk Bintuni diharapkan dapat segera terwujud.
“Kami memastikan lokasi ini sudah clean and clear. Masyarakat adat Marga Agofa pun antusias menyambut kawasan industri ini,” ujarnya.
Ketua Tim KPBU KI Teluk Bintuni, Ignatius Warsito menyatakan bahwa proyek KPBU KI Teluk Bintuni saat ini telah sampai pada tahap penyiapan dan telah menyelesaikan kajian desktop analysis, namun untuk melanjutkan ke tahap berikutnya terdapat beberapa syarat yang harus dilengkapi.
“Kementerian ESDM pun telah mengonfirmasi kepastian alokasi gas sebesar 90 mmscfd setidaknya hingga tahun 2035 untuk bahan baku industri methanol yang akan didirikan di KI Teluk Bintuni,” ucapnya.
Namun, menurut Warsito, hal yang masih perlu menjadi perhatian adalah terkait kepastian keberlangsungan jaminan pasokan gas tersebut sampai 20 tahun ke depan agar proyek ini menarik bagi para calon investor baik dalam dan luar negeri.
“Kepastian alokasi gas ini akan tertuang dalam Nota Kesepahaman tentang Dukungan Jaminan Pasokan Gas Bumi Dalam Rangka Pelaksanaan KPBU Kawasan Industri Teluk Bintuni yang akan ditandatangani oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Perindustrian dan Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM,” paparnya.
Kemenperin juga mengharapkan dukungan dari kementerian dan lembaga terkait untuk dapat membangun konektivitas wilayah di Papua Barat terutama di lokasi pembangunan KI Teluk Bintuni. Dukungan infrastruktur yang dibutuhkan, antara lain pembangunan pelabuhan, jalan, dan jembatan.
“Fasilitas tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing kawasan terutama dalam proses KPBU yang direncanakan dapat dibangun paling lambat pada akhir tahun 2024. Dukungan ini juga sangat diharapkan sebagai wujud kerja nyata Pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat khususnya masyarakat Papua Barat dan Teluk Bintuni yang lebih baik,” kata Direktur Perwilayahan Industri Kemenperin, Adie R. Pandiangan
Menurut Adie, pengembangan KI Teluk Bintuni merupakan bentuk kolaborasi antara Direktorat Perwilayahan Industri dengan Direktorat Industri Kimia Hulu dalam penyiapan kawasan industri dan pembangunan industri pupuk dan methanol.
“Upaya ini sekaligus sebagai upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat khususnya masyarakat Papua Barat dan Teluk Bintuni yang lebih baik,” ujarnya.