Jakarta – Nasib industri alas kaki atau sepatu di Tanah Air masih mengenaskan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal masih mengancam, terutama pabrik yang fokus pasar ekspor.
Utilisasi pabrik saat ini tidak sampai 50%, bahkan ada yang hanya 30-40%.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri menyebut bahwa kondisi saat ini sangat ironis. Pasalnya, industri alas kaki nasional terutama eksportir justru bertumbuh positif pada saat pandemi Covid-19 menghantam dunia.
Namun, kondisi di industri alas kaki justru memburuk mulai pertengahan tahun 2022. Menyusul perlambatan ekonomi global, terutama di pasar-pasar utama ekspor alas kaki Indonesia, seperti Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS).
Permintaan di pasar-pasar ekspor utama mulai melambat, bahkan di akhir tahun 2022 sampai awal tahun 2023, terjadi penurunan order secara signifikan.
“Kondisi saat ini masih berat. Utilisasi hanya 50% rata-rata, ada yang 30-40%, ini orientasi ekspor ya. Kalau kondisi normal ya bisa 100%. Sebagai dampak kondisi ekonomi global yang mengalami perlambatan dan gejolak inflasi. Ini mengakibatkan pola konsumsi masyarakat berubah, sehiingga demand sepatu global pun menurun,” kata Firman dikutip CNBC Indonesia (24/5).
“Kondisi ini tidak hanya di Indonesia, tapi juga negara-negara pesaing kita, seperti Vietnam. Industri padat karya orientasi ekspor banyak melakukan PHK,” tambahnya.
PHK massal yang dilakukan oleh PT Panarub Industry di Tangerang, Banten terhadap sekitar 1.400 buruhnya adalah salah satu contoh.
“Kini perusahaan itu berusaha bertahan, tapi dengan dua pilihan, PHK atau melakukan negosiasi dengan pekerja. Terkait Permenaker No 5/2023 (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global),” katanya.
“Kalau di industri alas kaki itu efisiensi opsinya bukan merumahkan, tapi PHK. Atau dengan Permenaker No 5/2023 sebagai win-win solution,” ujarnya.
Namun, Firman mengatakan, belum ada perusahaan alas kaki yang tutup. Meski, dia menambahkan, ada satu pabrik di Karawang tutup.
Namun, perusahaan dimaksud disebutkan masih berdiri meski tak ada aktivitas di pabrik. Dan tengah dalam proses pembayaran pesangon atas hampir 3.000 buruh yang di-PHK.
“Kalau di sepatu itu memang ada PHK besar-besaran, tapi pabriknya masih ada meski cuma mengerjakan order yang volumenya kecil,” tutup Firman.