Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus untuk terus meningkatkan potensi industri kecil dan menengah (IKM) di berbagai wilayah Indonesia agar semakin produktif dan berdaya saing. Dari total 10.514 sentra IKM di tanah air, sebanyak 1.592 sentra IKM terdapat di Jawa Tengah.
“Salah satu sentra IKM di Jawa Tengah telah puluhan tahun mendukung produktivitas industri besar, khususnya sektor otomotif. Sentra IKM tersebut berlokasi di Purbalingga, yang menghasilkan produk knalpot. Bahkan, IKM knalpot berhasil menjadi ikon daerah, sehingga Kabupaten Purbalingga dijuluki sebagai Kota Knalpot,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita di Jakarta, Selasa (30/8).
Dirjen IKMA mengemukakan, IKM knalpot mengalami perkembangan yang prospektif mulai awal tahun 1980-an. Sejak tahun 2010 hingga saat ini, pertumbuhannya kian melesat dan mampu menyokong perekonomian daerah.
“Sejarah industri knalpot Purbalingga dimulai di Dusun Pesayangan Purbalingga. Pada 1950-an, dusun ini mulanya dikenal sebagai pusat kerajinan logam seperti perkakas dapur dan gamelan. Kemudian pada 1977, salah satu pengrajin logam di Purbalingga mulai membuat knalpot, dan permintaannya terus meningkat,” ungkapnya.
Pada tahun 1980, pemasaran knalpot Purbalingga menjangkau beberapa kota di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Kemudian sekitar tahun 1990-an, industri kerajinan knalpot mengalami perkembangan yang pesat hingga terjadi perluasan pasar ke wilayah Kembaran Kulon, Galuh, Patemon, Mrebet, Gembong, Wirasana, hingga Babakan.
“Hingga akhirnya pada 2020, jumlah IKM di sentra knalpot Purbalingga semakin bertumbuh mencapai 204 unit usaha, dengan jumlah tenaga kerja 1.326 orang,” imbuhnya.
Sepanjang tahun 2020, volume produksi seluruh IKM di sentra tersebut mencapai 852.650 unit, meningkat dari tahun sebelumnya 803.750 unit.
Reni menyebutkan, nilai produksi knalpot di Purbalingga meningkat hampir empat kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Dari Rp37 miliar pada tahun 2010, menjadi Rp138,7 miliar pada 2020. Begitu pula dengan nilai investasinya melesat tiga kali lipat, dari Rp1,6 miliar pada 2010 menjadi Rp 5,2 miliar pada 2020.
“Ini pertumbuhan yang luar biasa besar sebagai ikon industri Purbalingga,” tuturnya.
Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga dalam situs resminya menyatakan, knalpot-knalpot Purbalingga telah menempel di beragam produk otomotif ternama seperti Mercedess Benz dan panser buatan Pindad.
Tak hanya itu, knalpot Purbalingga juga telah dipesan oleh beberapa produsen otomotif atau Agen Tunggal Pemegang Merek seperti Toyota dan Honda.
Sentra industri knalpot Purbalingga berada di satu kawasan khusus, di bawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Industri Logam Purbalingga. Sentra yang beralamat di Jalan Kopral Tanwir, Kelurahan Purbalingga Lor, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah ini, dihuni oleh 42 tenant yang bergerak di bidang produksi knalpot, modifikasi body motor, electroplating dan pewarnaan logam.
Selain itu, terdapat IKM yang memproduksi sparepart telekomunikasi, bengkel konstruksi, penyedia raw material logam, bengkel bubut, serta konstruksi.
Sentra ini dibangun dan dikembangkan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Sentra IKM tahun 2017-2021.
“Selain penataan kawasan dan gedung sentra, pengembangan industri knalpot tentunya harus diikuti dengan peningkatan kapasitas keterampilan pengrajin atau pelaku IKM dan teknologi agar produksinya dapat tembus ke pasar Agen Tunggal Pemegang Merek dan lebih banyak lagi industri besar,” papar Reni.
Tak hanya knalpot, Purbalingga juga memiliki industri unggulan lainnya yang sudah cukup ternama, yaitu IKM produsen abon CV Abon Cap Koki. CV Abon Cap Koki Purbalingga dirintis pada 1968 dengan produk abon sapi, abon kelapa, kering kentang, dan bumbu pecel.
CV Abon Koki juga telah mendapatkan sertifikasi Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP) yang difasilitasi oleh Ditjen IKMA pada tahun 2020. Tak hanya itu, abon Cap Koki juga telah mengantongi sertifikat Halal, merek terdaftar, dan ISO 22000:2018.
“Ditjen IKMA terus melakukan pendampingan kepada IKM pangan untuk mendapatkan sertifikasi HACCP sehingga produknya semakin berdaya saing dan bisa dinikmati di pasar ekspor,” tutur Reni.
Tak hanya pendampingan dalam hal peningkatan sistem keamanan pangan, Ditjen IKMA juga terus melakukan peningkatan nilai tambah produk pangan, khususnya terkait komoditas rempah melalui restrukturisasi mesin dan peralatan dan fasilitasi desain merek dan kemasan di Klinik Desain Merek Kemas Ditjen IKMA.