Jurnalindustry.com – Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengakselerasi pengembangan ekosistem industri bambu nasional dari hulu hingga hilir. Langkah ini bukan hanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperkuat fungsi konservasi lingkungan yang berkelanjutan.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menegaskan bahwa industri bambu memiliki potensi besar untuk dikembangkan, mulai dari sektor kerajinan, furnitur, konstruksi, hingga bioindustri.
“Kami telah menyiapkan sejumlah program strategis untuk mendukung pengembangan industri bambu nasional,” ujarnya di Jakarta.
Plt. Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika mengungkapkan permintaan dunia terhadap produk bambu bernilai tambah terus meningkat pesat. Salah satu contohnya adalah permintaan ekspor lantai kontainer berbahan bambu yang bisa mencapai 1.500 m³ per bulan, sedangkan kapasitas produksi dalam negeri baru sekitar 30 m³ per bulan.
“Kesenjangan ini menjadi peluang emas bagi industri bambu Indonesia untuk berkembang lebih agresif,” jelas Putu.
Tak hanya ekspor, pasar domestik juga tumbuh pesat, terutama di sektor konstruksi kawasan wisata seperti Bali, Mandalika, Lombok, dan Labuan Bajo. Bahkan, harga bangunan berbasis bambu bisa mencapai Rp12 juta per meter persegi dengan tingkat pengembalian investasi hanya 3 tahun, jauh lebih cepat dibandingkan konstruksi beton yang butuh 6–7 tahun.
Ekosistem Bambu DIY Jadi Role Model
Dalam kunjungan ke Yogyakarta, Putu menemukan model ekosistem bambu yang sudah berjalan secara terpadu. Beberapa di antaranya:
- BBSPJI-KB: fasilitas pengujian furnitur dan mesin pengolahan bambu.
- Sahabat BambuBoss: memproduksi bangunan bambu, menanam 10.000 bibit per tahun, hingga rencana pabrik laminasi.
- Hutan Bambu Bulaksalak: hasil reklamasi tambang pasir seluas 3 hektar dengan konsep agroforestry.
- PT Bambu Nusa Verde: pionir riset bioteknologi bambu sejak 1994 untuk menjaga kualitas bibit.
“Model di DIY ini membuktikan bahwa kolaborasi riset, komunitas, dan industri bisa menciptakan ekosistem bambu yang berkelanjutan,” tambah Putu.
Kemenperin juga tengah menyiapkan sejumlah insentif, mulai dari restrukturisasi mesin dan peralatan, subsidi bunga pinjaman 5% melalui Kredit Industri Padat Karya (KIPK), hingga pembangunan pusat logistik bahan baku bambu. Tujuannya agar pelaku usaha lebih mudah mengakses bahan baku, menurunkan biaya produksi, dan meningkatkan daya saing.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan mendirikan Akademi Komunitas Bambu untuk meningkatkan kompetensi SDM di sektor ini.
Bambu Indonesia Unggul di Pasar Global
Riset terbaru menunjukkan bahwa bambu petung dan bambu apus asal Indonesia memiliki kualitas mekanik lebih baik dibandingkan bambu moso dari Tiongkok. Fakta ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama di pasar global, apalagi sejalan dengan target Uni Eropa yang mendorong penggunaan material konstruksi carbon storing hingga 30% pada 2030.
“Industri bambu tidak hanya bernilai ekonomi, tapi juga ramah lingkungan. Inilah momentum emas Indonesia untuk tampil sebagai pemasok utama dunia,” tutup Putu.