Jakarta – Kinerja industri keramik nasional tengah megalami penurunan. Gempuran produk impor digadang-gadang menjadi penyebab lesunya industri keramik nasional.
Pemerintah sepakat memperketat arus masuk barang impor melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dengan mengubah pengaturan tata niaga impor dari post border menjadi border.
“Kami mendukung industri strategis nasional. Oleh karena itu, langkah yang kami ambil berdasarkan arahan Bapak Presiden yaitu memperketat impor. Tetapi saya katakan diatur atau ditata, kemarin post border sekarang border,” kata Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan kepada awak media di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dirinya menegaskan bahwa pemerintah tidak anti impor. “Impor boleh saja masuk, asalkan diatur, ditata, jangan sampai merugikan industri dalam negeri,” jelasnya.
Tak hanya itu, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) juga telah mengajukan pemberlakuan antidumping untuk keramik impor, khususnya dari Tiongkok.
Maret 2023 lalu, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah memulai penyelidikan anti dumping terhadap impor produk ubin keramik dari Tiongkok.
Penyelidikan tersebut dilakukan terhadap ubin keramik yang termasuk dalam pos tarif 6907.21.24, 6907.21.91, 6907.21.92, 6907.21.93, 6907.21.94, 6907.22.91, 6907.22.92, 6907.22.93, 6907.22.94, 6907.40.91, dan 6907.40.92 sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022.
Penyelidikan tersebut merupakan tindak lanjut dari permohonan Asaki mewakili tiga perusahaan yaitu PT Jui Shin Indonesia, PT Satyaraya Keramindoindah, dan PT Angsa Daya. Permohonan diajukan Asaki sebagai perwakilan industri dalam negeri.
Setelah meneliti dan menganalisis berkas permohonan tersebut, KADI menemukan bahwa terdapat indikasi impor produk ubin keramik yang diduga dumping, kerugian material bagi pemohon, serta hubungan kausal antara kerugian pemohon dan impor produk ubin keramik dumping yang berasal dari negara yang dituduh.
Ketua Komite Tetap Industri Asosiasi & Himpunan Kadin Indonesia, Achmad Widjaja menyebut bahwa pemberlakuan kebijakan antidumping tidak akan memperbaiki dan membangun industri keramik dalam negeri.
“Mau diberlakukan kebijakan antidumping atau safwguard sampai puluhan kali pun tidak akan membangun industri keramik. Kenapa? karena industri kita belum bertumbuh sesuai dengan apa yang sudah ada,” terang Achmad Widjaja.
Dirinya mencotohkan industri baja. Sampai saat ini menurutnya, angka impor besi dan baja terus meningkat, akan tetapi industri besi dan baja nasional tetap tumbuh.
“Lain halnya dengan industri tekstil. Begitu banyak pengamanan di dalam negeri mulai dari safeguard sampai antidumping, akan tetapi industri tekstil dalam negeri tetap merosot,” katanya.
Achmad Widjaja sependapat dengan penyataan Mendag Zulkifli Hasan yang menyebut bahwa barang impor diperbolehkan masuk asalkan diatur dan ditata melalui kebijakan border.
“Kalau keramik impor itu kan sudah SNI, jadi apa yang mau dilarang, sudah sesuai aturan. Pernyataan Mendag itu kan jelas, semua barang dipersilahkan masuk, asalkan sesuai aturan, asalkan sesuai SNI, asalkan sudah di dalam border,” paparnya.
Dirinya menyebut bahwa produk keramik impor yang masuk ke pasar dalam negeri merupakan produk yang belum banyak diproduksi oleh industri dalam negeri.
“Produk yang masuk ke dalam pasar dalam negeri itu produk yang sudah berbeda dengan yang diproduksi dalam negeri,” tegas Achmad Widjaja.
Artinya, lanjut Achmad Widjaja, jika pemerintah memberlakukan antidumping, artinya pemerintah harus tahu bahwa industri keramik nasional belum siap.
“Kalau antidumping diberlakukan, apakah setahun atau tiga berikutnya industri ini akan berubah, pastinya tidak, kenapa? karena industri itu bisa dilihat bertumbuh itu dari lima tahun sebelumnya. Pertanyaannya? Pemerintah harus cek lima tahun sebelum terjadi safeguard dua sampai tiga kali ini apa yang telah dilakukan oleh industri, agar semua perdagangan bisa dinetralisir,” tutupnya.
Sekedar informasi, ubin porcelain atau homogeneus tile (HT) memiliki dua (2) jenis yaitu unglazed (UGL) dan glazed (GL). Berdasarkan hasil investigasi dan pengecekan yang dilakukan redaksi di pasar, produk yang massive diimpor adalah produk yang berjenis polished tile unglazed (UGL).
Artinya, jika harus dilakukan hambatan impor, maka seharusnya dicari jenis produk apa yang terbanyak diimpor dan tidak bisa disamaratakan ke semua jenis. Karena memang ternyata di pasar, kebutuhan produk yang diminati oleh pemakai langsung banyak yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.
Dari segi motif, design dan warna memang terlihat jauh sekali perbedaannya antara produk dalam negeri dan produk impor.