Jakarta – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) kembali meminta pemerintah untuk serius berantas impor tekstil illegal yang makin marak dan dilakukan secara terbuka.
Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta menyatakan bahwa banjiirnya barang tekstil impor kian menekan kinerja industri TPT hingga rata-rata utilisasinya dari hulu ke hilir kini hanya dikisaran 50%.
Dirinya menyatakan, berdasarkan hitungan APSyFI, pertahunnya ada sekitar 300-400 ribu ton impor TPT illegal senilai Rp 35 triliun, baik dalam bentuk pakaian, kain maupun benang masuk ke tanah air secara illegal.
“Sekitar 1400 kontainer perbulan masuk lewat Pelabuhan-pelabuhan utama di Jawa dan sebagian lewat Sumatera” ujarnya.
Kemudian ia menambahkan bahwa sekitar 210 ribu ton, berasal dari China, sisanya dari Korea, Taiwan, India, Vietnam, Bangladesh dan Thailand.
“Kita bisa lihat secara jelas data dari Trade Map yang catatan ekspor TPT China ke Indonesia lebih besar dibanding catatan impor kita dari China,” jelas Redma.
Redma menjelaskan bahwa perbedaan data ini disebabkan oleh praktik impor borongan, under invoice, pelarian HS dan rembesan gudang berikat.
“Praktik ini secara leluasa dan terbuka dilakukan oleh perusahaan jasa under name bekerjasama dengan oknum bea cukai dilapangan, sehingga dengan mudah masuk lewat jalur hijau, bahkan tanpa perlu persetujuan impor,” tegasnya.
Selanjutnya ia menyoroti Persetujuan Impor TPT terkait Permendag Nomor 25 Tahun 2022 yang dianggapnya masih banyak kebocoran.
Ia mengatakan pihaknya mendapat laporan masih banyaknya perusahaan yang melakukan pelanggaran dan diberikan ijin impor berlebih baik oleh Kemenperin untuk API-P maupun untuk oleh Kemendag untuk API-U.
“Izin impor yang diberikan tidak transparan, para pelanggar tidak pernah ditindak, malah ijin impornya terus nambah,” ungkap Redma.
Sementara disisi lain, banjirnya impor illegal ini menekan utilisasi industri TPT ke titik yang cukup rendah hingga menelan korban. Terakhir diawal April kemarin adalah PT. Tuntex Garment yang bangkrut dan mem-PHK sekitar 1.163 karyawannya.
Dewan Kehormatan HIPMI Jawa Barat, Cecep Daryus mengatakan bahwa Industri TPT Nasional masih berada dalam masa kritis sejak akhir 2022 lalu, termasuk di Jawa Barat.
“Akhir tahun lalu kan sdh banyak yang dirumahkan, kalau kondisi seperti ini terus akan nambah lagi,” cetusnya.
Cecep meminta pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat tidak lepas tangan atas kejadian ini.
“Memang kondisi pasar ekspor kan menjadi salah satu alasan, tapi pasar domestik kita kan sangat besar dan harus dijaga,” ungkapnya.
Ia mengingatkan peran industri TPT sebagai jaring pengaman sosial ekonomi bagi Indonesia. “Kalau pemerintah lepas tangan terhadap masalah impor-impor ini, ekonomi kita lambat laun akan rontok,” tegasnya.