Jakarta – Ketua Forum Suplier Bahan Bangunan Indonesia (FOSBBI) Antonius Tan menyebut masuknya produk keramik impor (ubin porselen) ke pasar dalam negeri sesungguhnya tidak mengganggu kinerja industri ubin keramik lokal.
Pasalnya, tambah Antonius, segmen pasar produk keramik impor (ubin porselen) dengan keramik lokal justru berbeda. Bahkan, masuknya produk ubin porselen impor akan menambah khasanah pilihan produk keramik untuk masyarakat Indonesia.
“Pasar impor ubin porselen sudah tercipta sejak 15 tahun lalu dimana mayoritas dibutuhkan untuk segmen menengah keatas. Jadi, sesungguhnya tidak mengganggu, sasarannya juga berbeda, dan justru saling melengkapi,” kata Antonius Tan melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (14/9/2021).
Dijelaskan Antonius, segmen ubin keramik konvensional saat ini memang sudah jauh ditinggalkan. Hal ini seiring dengan semakin sejahtera-nya kehidupan masyarakat di negara-negara maju seperti Eropa, Amerika Serikat, hinggga China.
“Ini harus diwaspadai oleh industri ubin keramik lokal berbasis tanah lempung merah, kalau tidak akan tergilas dengan kemajuan teknologi dan tuntutan pasar,” jelasnya.
Menuryutnya, importasi produk ubin porselen akan terhenti dengan sendirinya tanpa perlu dihambat, bila saja industri dalam negeri siap dengan teknologi pembuatan ubin porselen.
“Apalagi saat ini, industri keramik lokal sudah ditunjang dengan penurunan harga gas dan ketersediaan kaolin dalam negeri termasuk feldspar didalamnya untuk menghasilkan produk premium dengan harga yang kompetitif,” terangnya.
Disisi lain, lanjut Antonius, sudah saatnya industri ubin keramik lokal melakukan transformasi agar dapat memproduksi ubin porselen yang merupakan tujuan ditetapkannya pengenaan aturan safeguard (BMTP).
“Bila tidak berhasil, maka dapat dikatakan kebijakan safeguard untuk produk keramik telah gagal,” tutur Ketum FOSBBI.
Lebih lanjut, Antonius mengungkapkan bahwa kegagalan industri lokal untuk memproduksi ubin porselen bukan karena adanya produk keramik impor, melainkan ketidaksiapan industri itu sendiri.
Berdasarkan data yang dihimpun FOSBBI, dari 37 industri keramik lokal hanya 10 industri yang mampu memproduksi ubin porselen, itupun dengan kapasitas yang terbatas, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar.
“Ini dapat dibuktikan beberapa suplier ubin porselen tidak dapat dipenuhi pesanannya oleh produsen dalam negeri, apalagi harga produk lokal lebih murah dibandingkan dengan produk impor,” paparnya.
“Bila industri keramik lokal tidak siap, mau tidak mau impor ubin porselen akan berjalan terus karena ada permintaan pasar yang tidak dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri,” tambah Antonius.
Saat ini, katanya, banyak proyek-proyek pemerintah ataupun swasta seperti bandara, hotel, apartemen, perkantoran, mall, perumahan mewah, stasiun LRT, dan lainnya yang telah dan akan terus menggunakan ubin porselen, karena memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan dengan ubin keramik.
“Dikhawatirkan bila proyek pemerintah dan proyek swasta yang membutuhkan ubin porselen tersebut terganggu karena persediaan produk lokal tidak mampu supply dan jangan sampai industri lokal malah melakukan impor ubin porselen melalui suplier terafiliasi dengan industri lokal, sehingga turut memberikan andil atas kenaikan angka impor,” papar Antonius.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor ubin porselen pada periode Januari – Mei 2021, mengalami kenaikan 32,50% dibandingkan Pada periode yang sama pada tahun 2020.
“Ini merupakan warning untuk produsen ubin keramik konvensional yang mulai ditinggal oleh konsumennya. Namun diharapkan produsen ubin porselen dalam negeri segera bertambah jumlahnya dengan beralihnya industri penghasil ubin keramik ke ubin porselen. Semoga!,” harap Antonius.