Jakarta – Forum Bisnis Indonesia – Korea mengeksplorasi berbagai area kerja sama yang potensial untuk dikembangkan dalam konteks supply dan value chain, khususnya di sektor baterai, kimia, baja, kesehatan dan energi.
Wakil Ketua Umum KADIN Koordinator Bidang Maritim, Investasi dan Luar Negeri, Shinta W. Kamdani mengatakan, KADIN Indonesia dan komunitas pelaku usaha telah mengidentifikasi beberapa peluang kerja sama yang dapat dikembangkan dan dikerjasamakan lebih jauh dengan Korea. Yakni, kerja sama supply chain baterai produk elektronik dan mobil listrik (electric vehicle).
“Indonesia memiliki deposit nikel terbesar di dunia, sementara Korea merupakan salah satu negara pemanufaktur baterai terbesar di dunia. Ini menciptakan peluang bagi Indonesia dan Korea untuk bekerjasama mengembangkan industri baterai, khususnya baterai kendaraan elektrik (electric vehicle) yang terus tumbuh permintaannya di dunia seiring dengan transisi ekonomi hijau,” ungkapnya di Jakarta (22/2).
Masih sehubungan dengan kendaraan elektrik, lanjut Shinta, potensi kerja sama juga ada di supply chain manufaktur yang lebih luas antara Indonesia-Korea di sektor manufaktur kendaraan bermotor, produk permesianan dan produk elektronik beserta dengan komponen dan suku cadangnya.
Beberapa perusahaan Korea ternama seperti Posco dan Lotte, telah menjadi investor besar di Indonesia di sektor besi/baja dan industri kimia.
Pada saat yang sama, ekspor produk manufaktur utama Indonesia, yakni ekspor produk dan komponen kendaraan bermotor, permesinan dan produk elektronik, sangat kompetitif tetapi belum memiliki diversifikasi supply chain yang memadai di dalam negeri untuk menjaga stabilitas kinerja ekspor.
Hal ini menciptakan peluang bagi pelaku usaha Indonesia dan Korea untuk menciptakan industri intermediary goods untuk produk-produk tersebut dari industri hulu baja dan petrokimia yang sudah diinvestasikan oleh pelaku usaha Korea di Indonesia.
Shinta juga menyebutkan, potensi kerja sama yang besar juga terbuka di Industri kesehatan. Momentum pandemi memberikan dorongan yang serius pada Indonesia untuk mempercepat reformasi sistem kesehatan nasional, baik dari segi fasilitas kesehatan publik maupun dari segi industri.
“Reformasi sistem kesehatan publik dan industri kesehatan yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia akan menjadi ladang potensi yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku bisnis Korea untuk meningkatkan business presence nya pada Industri ini,” terang Shinta.
Sepanjang COVID, kata dia, pelaku usaha Indonesia dan Korea telah melakukan kerjasama untuk menanggulangi COVID, antara lain kerja sama pembuatan vaksin antara Kalbe Farma dengan the National Institute of Health Research and Development and Daewoong Infion dan Genexine (GX-17).
Kerja sama ini perlu dikembangkan ke ranah lain seperti industri farmasi, alat kesehatan hingga e-health di Indonesia.
Di samping kerja sama industri pengolahan, suppy chain manufaktur dan kesehatan, peluang kerja sama juga ada di sektor energi terbarukan.
Sepanjang pandemi COVID-19 Indonesia telah banyak menciptakan perubahan untuk mempercepat transisi hijau dan perbaikan daya saing iklim usaha & investasi. Reformasi struktural skala besar untuk meningkatkan keterbukaan dan efisiensi iklim investasi di Indonesia dilakukan dengan diimplementasikannya UU Cipta Kerja yang secara khusus menyederhanakan dan memperpendek birokrasi investasi di Indonesia.
Namun, Indonesia juga melakukan perubahan struktural besar lain melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan PP Nilai Ekonomi Karbon untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondusif untuk percepatan transformasi ekonomi hijau, khususnya di sektor energi.
“Ini dapat menjadi peluang kerja sama baru antara Indonesia dan Korea,” paparnya
Di luar sektor-sektor itu, KADIN mengidentifikasi banyak sektor lain yang masih bisa dijajaki dan dikerjasamakan secara bilateral, seperti sektor ekonomi kreatif dan digital ekonomi, khususnya comicanimation dan online game, sektor perfilman, sektor jasa profesional, sektor industri strategis seperti automotif, perkapalan, pesawat terbang, dan lainnya.
“Peluang kerja sama ini tidak hanya terbuka untuk usaha skala besar, tetapi juga dengan startup dan UMKM Indonesia di berbagai sektor, khususnya sektor manufaktur, sektor agribisnis, dan industri kreatif untuk menciptakan inklusifitas ekonomi, stabilitas supply & value chain & resiliensi usaha yang lebih tinggi antara Indonesia-Korea,” papar Shinta.
Dalam Forum Bisnis Indonesia-Korea, Wakil Ketua Umum KADIN Koordinator Bidang Maritim, Investasi dan Luar Negeri, Shinta W. Kamdani menandatangani nota kesepahaman dengan Executive Vice Chairman Korean Chambers of Commerce & Industry (KCCI), Taehee Woo di bidang pengembangan sumber daya manusia yang dinilai menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan kerjasama Indonesia-Korea di masa mendatang.
KADIN Indonesia juga menyatakan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada pemerintah kedua negara atas dicapainya dengan penandatanganan Indonesia – Korea CEPA pada Desember 2020 yang diharapkan akan menjadi katalisator peningkatan perdagangan Indonesia dan Korea kedepannya.
Meskipun Indonesia dan Korea juga terikat dalam ASEAN-Korea FTA dan RCEP, Indonesia-Korea CEPA akan menjadi instrumen penting, bukan hanya untuk meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Korea di kawasan, tetapi juga diharapkan dapat memberikan dukungan praktis dalam bentuk kerjasama strategis dan action plan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan pelaku usaha kedua negara dalam merealisasikan potensi ekonomi Indonesia-Korea.
Pada kesempatan ini, KADIN mendorong pemerintah Indonesia dan Korea untuk mempercepat proses ratifikasi Indonesia-Korea CEPA sehingga peluang kerja sama bisnis dan ekonomi kedua negara dapat segera dimanfaatkan dengan maksimal oleh pelaku usaha di kedua negara.
Kerja sama ekonomi dan bisnis antara Indonesia dan Korea masih terbuka lebar. Data angka ekspor dan impor pada Tahun 2020 mencatatkan defisit bagi Indonesia sebesar USD 341 Juta Dollar, dengan rincian nilai ekspor Indonesia ke Korea sebesar USD 6,5 Juta dan Nilai Total Ekspor Korea ke Indonesia sebesar USD 6,8 Juta.
Data-data ini menunjukkan indikasi yang kuat bahwa potensi kerja sama bisnis dan ekonomi, khususnya pembentukan value and supply chain di antara kedua negara perlu digali lebih dalam dan serius agar lebih seimbang dan lebih menguntungkan bagi kedua negara.