Jakarta – Industri batik memiliki peranan yang amat penting bagi perekonomian nasional. Sepanjang tahun 2022, nilai ekspor batik dan produk batik menembus angka USD64,56 juta atau meningkat 30,1 persen dibanding capaian tahun 2021.
Sementara itu, pada periode Januari-April 2023, nilai ekspor batik dan produk batik sebesar USD26,7 juta, dan ditargetkan dapat menyentuh hingga USD100 juta selama tahun 2023.
“Industri batik juga merupakan sektor padat karya yang telah menyerap tenaga kerja hingga jutaan orang. Artinya, sektor industri batik ini telah memberikan kehidupan dan penghasilan bagi jutaan rakyat Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Pembukaan Pameran Gelar Batik Nusantara (GBN) 2023 dengan tema Batik, Bangkit! di Jakarta, Rabu (2/8).
Menperin optimistis, kinerja industri batik akan semakin tumbuh, terlebih lagi setelah lepas dari dampak pandemi Covid-19.
Selain itu, sinyal positif menggeliatnya ekonomi juga diberikan oleh IMF yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2023 mencapai 3 persen, meningkat dari perkiraan sebelumnya dari proyeksi April lalu (2,8 persen).
“Sesuai yang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo, saat ini menjadi momentum yang sangat baik bagi industri batik untuk bisa kembali bangkit, karena perekonomian sedang tumbuh,” tuturnya.
Oleh karenanya, lanjut Agus, dalam upaya pengembangan industri batik diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak, seperti asosiasi, pelaku usaha, desainer, akademisi, e-commerce hingga influencer untuk dapat mengembangkan, memperkenalkan serta mempromosikan potensi kekayaan batik dalam negeri.
“Kami sangat mengapresiasi dan berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengrajin, desainer, pelaku industri, serta pecinta dan pemakai batik yang selama ini berkreasi menciptakan, memproduksi, dan menggunakan batik sebagai karya adiluhung bangsa kita,” paparnya.
Menurut Agus, batik Nusantara memiliki keunggulan dan daya saing yang tinggi karena motif, desain, dan coraknya yang inovatif dengan berbasis kearifan lokal.
“Bapak Presiden menegaskan bahwa batik sangat istimewa, tidak saja karena keindahannya, tetapi juga punya makna dan filosofi yang dalam. Batik adalah wajah kita dan kehormatan kita,” ungkapnya.
Agus menyebutkan, saat ini terdapat empat Indikasi Geografis Batik, yaitu Batik Tulis Nitik Yogyakarta, Batik Besurek Bengkulu, Sarung Batik Pekalongan, dan Batik Tulis Complongan Indramayu. Indikasi geografis batik merupakan bentuk perlindungan terhadap kekayaan intelektual atau motif batik yang jadi ciri khas suatu daerah.
“Kami berharap komunitas batik agar bisa mendaftarkan produknya kepada Kemenkumham dan pada tahun ini akan ada tambahan dua Indikasi Geografis batik, yaitu Batik Sogan Solo dan Batik Tuban. Ini kegiatannya bottom up harus diajukan komunitas. Oleh sebab itu, kami bina komunitasnya bersama Yayasan Batik Indonesia,” tuturnya.
Agus menambahkan, tradisi memakai batik harus digalakkan sebagai wujud kehormatan pada kearifan lokal. Selain itu, batik memiliki nilai seni yang tinggi sehingga bisa digunakan di berbagai kesempatan, baik acara resmi maupun kasual.
“Ada makna dalam kebiasaan kita menggunakan batik baik dari aspek fesyen, sosial budaya, dan ekonomi,” imbuhnya.
Gelar Batik Nusantara 2023 digelar pada 2-6 Agustus 2023 di Senayan Park, Jakarta Pusat. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Yayasan Batik Indonesia, diikuti oleh lebih dari 250 peserta.
“Kami menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Yayasan Batik Indonesia (YBI) atas segala upayanya dalam melestarikan, mengembangkan, melindungi serta mempromosikan batik sebagai warisan budaya Indonesia,” ujar Menperin.
Transformasi menuju industri hijau
Menperin pun menegaskan, pihaknya mendukung penuh kepada para pelaku industri batik yang telah melakukan transformasi ke arah industri yang ramah lingkungan.
“Karena itu pada tahun 2022, kami telah menyusun buku yang berjudul Mengenal Industri Batik Ramah Lingkungan, yang dapat menjadi salah satu pedoman pelaku industri batik dalam bertransformasi,” ujarnya.
Guna meningkatkan daya saing industri batik Indonesia, Kemenperin mendorong proses pembuatan batik yang ramah lingkungan. Tujuannya untuk menciptakan efisiensi pemakaian bahan baku, energi, dan hemat air, sehingga limbah yang dihasilkan lebih sedikit. Hal ini sejalan dengan implementasi prinsip industri hijau yang dapat mendukung konsep ekonomi secara berkelanjutan.
Sebagai wujud nyata, Kemenperin melalui Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Yogyakarta telah menjalin kemitraan dengan GTZ – Uni-Eropa (2008-2011) dalam program Clean Batik Initiative untuk sentra batik di Indonesia, di antaranya di wilayah Solo, Sragen, Pekalongan, Cirebon, dan Banyumas, serta bekerja sama dengan Asosiasi Batik Jawatimur (APBJ) untuk mewujudkan batik ramah lingkungan.
Kemenperin mendorong pelaku industri batik untuk menerapkan konsep reuse, recycle, dan recovery (3R). Misalnya penggunaan malam atau lilin khusus bekas untuk didaur ulang sehingga menciptakan nilai efisiensi. Selanjutnya, zat warna dapat didaur ulang melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).