Sumedang – Langkah Kementerian Koperasi dan UKM untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, terus melaju. Seiring dengan guliran program Korporatisasi Petani yang kemudian dikembangkan menjadi Integrated Farming, KemenkopUKM juga bakal mewujudkan banyak koperasi moderen, khususnya yang bergerak di sektor pangan.
“Dalam integrated farming, kami akan kembangkan Koperasi Multi Pihak untuk mensejahterakan anggota dan masyarakat sekitar,” kata Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim, pada acara pembukaan dan Kick-Off pengembangan Integrated Farming bersama komunitas Made-in-Indonesia Superconnection, di Desa Ujungjaya, Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (12/2).
“Integrated Farming merupakan inovasi di sektor pertanian dan peternakan yang akan menjadi andalan Sumedang untuk sektor pangan,” ungkap SesKemenkopUKM.
Sistem Integrated Farming ini dimanfaatkan untuk produktivitas sektor pertanian, dimana kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang bagi pakan ternak hijauan.
“Selain itu, dapat juga dijadikan biogas sebagai energi alternatif untuk kebutuhan sehari-hari anggota koperasi dan masyarakat sekitar,” imbuh Arif.
SesKemenkopUKM menjelaskan, pembukaan Integrated Farming ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki ke Mas Ihsan Farm milik Sri Darmono Susilo di Cikampek, belum lama ini, yang terbilang sukses menerapkan integrated farming system. Ini yang akan direplikasi di banyak daerah lain di Indonesia.
“Upaya Kabupaten Sumedang dalam membangun kluster pangan, seperti ternak sapi, domba, yang juga dapat diintegrasikan dengan ketersediaan pakan ternak yang bersumber dari kacang koro. Sehingga, ekosistem integrated farming dapat menjadi andalan Pemerintah Kabupaten Sumedang,” kata Arif Rahman.
Lebih dari itu, lanjut SesKemenkopUKM, program Integrated Farming juga merupakan exit strategy dari tantangan terhadap kebutuhan kemandirian pangan bagi suatu negara.
“Kebutuhan akan pangan sangat mendesak dan menjadi tantangan bagi dunia di tengah ancaman kiris pangan sehingga perlu kita antisipasi sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam,” kata Arif Rahman.
Integrated Farming System sendiri, merupakan sistem pertanian dengan upaya memanfaatkan keterkaitan antara tanaman perkebunan, pangan, hortikultura, hewan ternak dan perikanan, untuk mendapatkan agro ekosistem, yang mendukung produksi pertanian (stabilitas habitat), peningkatan ekonomi dan pelestarian sumber daya alam.
Menurut Arif, integrated farming system, yang mengelola potensi pertanian dari hulu ke hilir, dianggap menjadi model yang pas untuk ditiru para petani dan peternak, maupun koperasi di sektor pangan. Tak hanya dinilai bisa meningkatkan kesejahteraan petani, integrated farm ini juga diyakini mampu memperkuat ketahanan pangan di Indonesia.
Lihat saja, di Mas Ihsan Farm, saat ini, hasil pertanian dan peternakan yang menerapkan model integrated farming system ini mampu menghasilkan omzet Rp8-11 miliar perbulan.
Di atas lahan berukuran 20 hektar, mampu menghasilkan aneka produk. Mulai dari pangan, energi (biogas), pakan ternak, hingga pupuk organik (asam humat).
Jika hanya dari dari seekor sapi atau domba, hanya menghasilkan pendapatan tak lebih dari 30 persen saja. Namun, jika dengan peternakan terintegrasi dengan sistem Closed-Loop akan menghasilkan banyak produk yang memiliki nilai ekonomi jauh lebih tinggi.
Dari seekor sapi, 30 persen hanya menghasilkan energi dan daging. Sedangkan 70 persen lainnya menghasilkan biogas, pakan, dan pupuk kompos. Yang paling mahal adalah menghasilkan bibit atau sel sapi (sperma dan sel telur).
“Namun, yang terpenting dalam pengelolaan model pertanian integrated farm ini letaknya pada kemampuan dari SDM menghubungkan antar elemen yang ada. Sehingga, diharapkan memang benar-benar dipelajari secara menyeluruh dan mendalam,” papar SesKemenkopUKM.
Oleh karena itu, Arif Rahman berharap Mas Ihsan Farm milik Darmono bisa menjadi inkubator bagi UKM (petani dan peternak) yang akan belajar tentang integrated farming. Dimana mereka akan ikut nyata berproses dari awal hingga produk dilepas ke pasar.
“Kita memang harus fokus pada produksi dan pemasaran. Dan kita akan rancang model bisnisnya hingga menyiapkan offtaker,” tegas SesKemenkopUKM.
Sementara itu, Founder Made-in-Indonesia Superconnection (MSC), sekaligus Founder dan CEO Industry and Businees Institute of Management (IBIMA), I Made Dana Tangkas, menyebutkan bahwa pihaknya memiliki cita-cita Indonesia harus maju karena teknologi. Salah satu caranya, dengan membangun integrated farming di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu, Made Tangkas akan mengembangkan Superconnection Integrated Farming National Project. “Setelah di Sumedang, kita akan masuk ke Pekalongan dan Bali,” ungkap Made Dana.
Di Sumedang, di atas lahan seluas 3000 meter persegi di tahap awal ini, akan dikembangkan produk pertanian padi, jagung, porang, dan sebagainya. Bahkan, di lahan tersebut juga akan dikembangkan lahan untuk pakan ternak berupa rumput Taiwan. “Kita juga menyiapkan peternakan ayam, kambing, dan sapi,” tukas Made Tangkas.
Dalam hal itu, Made Tangkas akan menggulirkan aneka pelatihan, pengembangan produk, hingga business development. “Kita integrasikan di desa-desa dan berkolaborasi dengan IBIMA dan MSC,” tandas Made Tangkas.
Menurut Made Tangkas, dalam hal ini yang paling penting itu menyiapkan offtaker-nya, yang rata-rata merupakan usaha besar. “Kita yang akan menyambungkan integrated farming dengan pihak offtaker,” kata Made Tangkas.
Dalam struktur usahanya, akan berdiri yang namanya Holding Integrated Farming yang memiliki anak-anak usaha di bawahnya berupa PT, koperasi, dan KUBE (inti plasma). Akan tercipta juga sebuah kolaborasi dengan pihak lain dalam hal teknologi informasi (TI).
Pada 2022 ini, Made Tangkas mentargetkan pembentukan integrated farming sebanyak 250, dengan masing integrated farming menyiapkan modal antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar.
Ke depan, Made Tangkas berharap pengelolaan integrated farming melalui koperasi. Bisa koperasi primer, sekunder, dan jenis koperasi lainnya, dari hulu ke hilir. Juga, ada plasma dan inti plasma. “Benchmark kita adalah integrated framing milik Sri Darmono yang ada di Cikampek,” ungkap Made Tangkas.
Mendorong Koperasi
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sumedang Herman Suyatman berharap program integrated farming bisa dijalankan secara totalitas, bukan sekadar sporadis. “Yang penting menjadi fokus kita adalah output, outcome, hingga benefit dari integrated farming,” kata Herman.
Bahkan, Herman menyebutkan bahwa bila integrated farming di Desa Ujungjaya berjalan sukses, maka bisa direplikasi di desa-desa lainnya di Sumedang yang berjumlah 270 desa. Terlebih lagi, saat ini, Sumedang memiliki modal strategis sebagai wilayah terdepan dalam hal transformasi digital di Indonesia.
Bagi Herman, dengan mengembangkan integrated farming, produk yang dihasilkan petani dan peternak bisa memiliki nilai tambah. Hal itu bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengentaskan kemiskinan di Sumedang.
“Saya meyakini Sumedang bisa mengembangkan integrated farming, hingga mencapai smart farming. Dengan bergotong-royong kita bisa mewujudkan itu,” tandas Sekda Sumedang.
Oleh karena itu, Herman akan mendorong pembentukan koperasi petani yang pada prosesnya akan menyerap (membeli) produk yang dihasilkan petani dengan harga baik. Jangan sampai produksi integrated farming sebaik mungkin, namun saat masuk pasar harganya jatuh.
“Jadi, integrated farming harus disiapkan secara matang semua proses dari hulu hingga hilir. Dan sangat memungkinkan bila dikembangkan dalam wadah koperasi,” pungkas Sekda Sumedang.