Jakarta – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) turut mengapresiasi langkah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang merilis indeks digitalisasi UMKM melalui Lembaga Riset BRI (BRIRINS) yang akan menjadi tolak ukur pengembangan UMKM di Indonesia.
Staf Khusus Menteri Koperasi Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif KemenKopUKM, Fiki Satari yang mewakili Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki secara virtual menyatakan, publikasi hasil penelitian Indeks Digitalisasi UMKM dan pembukaan Program Pemberdayaan Akselerasi Digital untuk Pelaku Usaha Perempuan merupakan dua langkah penting ke depan dalam mendukung dan memberdayakan UMKM di Indonesia.
Hasil temuan riset survei BRI dan BRI Research Institute pada kuartal I-2023 menunjukkan debitur yang sudah melakukan penjualan secara online sebanyak 56,3 persen yang menyatakan volume penjualannya meningkat. Dan sebanyak 52 persen menyatakan omzet usaha meningkat, serta sebesar 51,6 persen menyatakan keuntungan usaha meningkat.
Indonesia memiliki Potensi Ekonomi Digital terbesar di Asia Tenggara, dengan valuasi potensial mencapai Rp5.400 triliun pada 2030 dengan jumlah 212 juta pengguna internet menjadikan Indonesia sebagai target pasar yang besar dan luas.
Namun demikian, lanskap digital Indonesia saat ini sebagian besar berfokus pada konsumsi dan pembelian.
“Untuk mengatasi hal ini, kita harus meningkatkan kemampuan digital dalam produksi, dan mendukung UMKM kita untuk menjadi pemain kunci di pasar domestik,” ucapnya dalam acara BRI Research Institute bertajuk ‘Mendorong Inklusi Digital: Peran Pelaku Usaha Perempuan dalam Ekonomi Digital,’ Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Dengan jumlah UMKM di Indonesia, digitalisasi diperlukan untuk mengakomodasi permintaan pasar. Untuk itu, digitalisasi sangat penting dan mendesak untuk dilaksanakan demi mendukung pertumbuhan UMKM.
Digitalisasi bukan lagi kemewahan, melainkan kebutuhan bagi UMKM untuk bersaing dan berkembang dalam ekonomi yang berkembang pesat saat ini.
Digitalisasi diintervensi bukan hanya dari sisi hilir terkait dengan on boarding di marketplace saja, tapi juga di sisi hulu dengan adopsi teknologi seperti penggunaan AI (Artificial Intellegence) di sektor agrikultur misalnya seperti yang dilakukan e-Fishery untuk peternakan ikan, maupun teknologi penggunaan blockchain oleh startup Hara.
“Sehingga ini bisa menciptakan ekonomi baru karena digital hadir bukan membunuh ekonomi lama,” katanya.
Hasil penelitian Indeks Digitalisasi UMKM sambung Fiki, menunjukkan telah ada kemajuan signifikan dalam adopsi digital di kalangan UMKM di Indonesia. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
“Kita perlu memastikan bahwa semua UMKM, terlepas dari ukuran, jender, lokasi, memiliki akses ke infrastruktur, pelatihan, dan dukungan yang diperlukan untuk berpartisipasi penuh dalam ekonomi digital,” tuturnya.
Pada 2023, KemenKopUKM memiliki tujuh program prioritas, yaitu Pendataan Lengkap KUMKM, Rumah Produksi Bersama, Koperasi Modern, Pengentasan Kemiskinan Ekstrem, Redesign Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT)-KUMKM, Layanan Rumah Kemasan UMKM, dan Pengembangan Kewirausahaan Nasional.
“Jika kita telaah lebih dalam, tujuh program prioritas tersebut akan sangat terbantu dengan adanya pemanfaatan teknologi digital secara maksimal oleh koperasi dan UMKM. KemenKopUKM berinisiatif untuk membuat strategi guna mendukung percepatan transformasi digital UMKM yang dilakukan secara holistik, dari hulu ke hilir,” ucapnya.
Ia menekankan, aspek-aspek digitalisasi ini bertujuan untuk memfasilitasi UMKM di seluruh Indonesia, termasuk pengusaha perempuan. Meskipun menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, pengusaha perempuan sering menghadapi tantangan unik dalam mengakses modal, pelatihan, dan pasar.
Perempuan pemilik UMKM menyumbang 64,5 persen dari seluruh UMKM di Indonesia. UMKM milik perempuan memiliki minat yang lebih besar terhadap digitalisasi dan akses pembiayaan untuk investasi guna mengembangkan usaha mereka.
“Selama pandemi, UMKM milik perempuan juga tercatat memiliki ketahanan lebih dibandingkan UMKM milik pria,” ucap Fiki.
Di kesempatan yang sama, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan PDB. Di mana pengembangan UMKM merupakan salah satu cara dalam mengentaskan kemiskinan.
“Untuk itu, peran masyarakat, termasuk pelaku usaha ultra mikro untuk terus semakin berdaya. Mengambil peran meningkatkan social value di dalam negeri,” katanya.
Supari mengatakan, berbicara 10 tahun yang akan datang, sekitar tahun 2035, penduduk Indonesia diproyeksi akan mencapai 365 juta di mana sekitar 50 persennya adalah perempuan. Sementara postur UMKM juga bertambah, jika hari ini mencapai 64 juta UMKM, maka diproyeksi bertambah menjadi 83 juta.
“Namun posturnya tak berubah, tetap didominasi oleh ultra mikro yang melakukan usahanya demi mencukupi kehidupan sehari-hari. Maka, jika dua postur tersebut yakni dominasi perempuan dan ultra mikro tak diatasi dengan membentuk peta jalan model pemberdayaan, maka hal tersebut menjadi rentan dan berpotensi menjadi beban di masa akan datang,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Matthew Downing mengatakan, Indeks Digitalisasi dan Program Pemberdayaan UMKM dari BRI Research Institute merupakan sebuah proyek yang didanai oleh Program Akses Digital Pemerintah Inggris.
Langkah tersebut, kata Downing, merupakan komitmen Inggris dalam mendorong transformasi digital yang inklusif, bertanggung jawab, dan berkelanjutan di Indonesia.
“Guna meningkatkan konektivitas digital, memberikan pelatihan literasi digital, dan mempromosikan konten digital, serta layanan untuk kelompok yang dikecualikan atau kurang terlayani,” ucapnya.
Ia menuturkan, indeks tersebut merupakan pedoman bagi seluruh pihak terkait digitalisasi UMKM.
“Selagi kita berupaya dengan cara masing-masing untuk mendukung dan memberdayakan UMKM Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam ekonomi digital,” katanya.