Jurnalindustry.com – Bogor – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan, hilirisasi produk kakao menjadi sumber ekonomi baru dengan cara diolah menjadi produk bernilai tinggi (high end product), terlebih Indonesia merupakan salah satu produsen utama kakao di dunia.
Oleh karena itu, MenKopUKM mengapresiasi PT Rosso Bianco pemilik brand Pipiltin Cocoa yang sukses melakukan hilirisasi dari biji kakao menjadi cokelat yang siap mengisi pasar domestik dan ekspor.
“Saya kira ini bentuk nyata ekonomi baru karena ada produk baru. Kita punya potensi besar dari sini (kakao) karena sebelumnya kita hanya jual bahan baku mentahnya tapi karena hilirisasi yang dilakukan Pipiltin maka bisa menciptakan produk baru,” kata Menteri Teten saat meresmikan pabrik cokelat PT Rosso Bianco pemilik brand Pipiltin Cocoa di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/07),
Untuk menjadikan sumber ekonomi baru, perlu dilakukan pembenahan ekosistem atau rantai pasoknya agar permasalahan dari hulu – hilir dapat dituntaskan. Pasalnya banyak produk pertanian dan perkebunan menghadapi hambatan dalam pengembangannya karena ekosistem yang belum sempurna.
Sebagai contoh, kata Menteri Teten, produk perkebunan dan pertanian kerap mengalami fluktuasi harga saat panen raya sehingga petani merugi. Kemudian banyaknya tengkulak yang memainkan harga sesuka hati.
Di sisi lain produk pertanian dan perkebunan cukup sulit mempertahankan kualitas dan kuantitas atas hasil produksinya. Hal ini terjadi karena mayoritas petani hanya memiliki lahan garapan yang sempit sehingga semua itu perlu diagregasi dan disatukan dalam wadah koperasi (holding koperasi).
“Oleh karena itu petani perlu diagregasi supaya punya skala ekonomi sehingga proses penanaman efisien kemudian produktivitas bisa dinaikkan. Maka dengan model korporatisasi petani melalui koperasi menjadi solusi koperasi agar organisasinya kuat,” ucapnya.
Diakui Teten bahwa saat ini biji kakao sebagai bahan utama cokelat sedang menghadapi tantangan serius akibat penurunan pasokan dari Afrika. Kekurangan pasokan biji kakao dunia ini mendorong kenaikan harga biji cokelat global. Di sisi lain, industri fine flavour cocoa sedang berkembang di Indonesia dan dunia, dengan mayoritas pelaku industri adalah UMKM.
Untuk menghadapi tantangan ini, koperasi yang menaungi para petani kakao juga perlu melakukan konsolidasi dengan membentuk holding antar koperasi yang memiliki fokus bisnis yang sama. Dengan cara ini maka persoalan fluktuasi harga yang tinggi dapat teratasi.
Di sisi lain strategi ini juga akan mempermudah untuk mendapatkan dukungan pembiayaan dari lembaga pembiayaan baik bank, Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM, Security Crowd Funding hingga dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Untuk mendukung hilirisasi dan mendukung UMKM naik kelas kita kembangkan model melalui koperasi multi pihak untuk mengkonsolidasi dan mengagregasi seluruh sirkular ekonomi sehingga lebih efisien dan saling menguntungkan dan sustain,” kata Menteri Teten.
Dia berkomitmen untuk turut serta terlibat aktif dalam memajukan hilirisasi komoditas kakao melalui berbagai program strategis. Upaya yang dilakukan KemenKopUKM di antaranya adalah memfasilitasi sertifikasi produk dan kemudahan akses pembiayaan hingga perluasan pasar.
“Mari kita ciptakan model bisnis yang ideal untuk kakao agar petani kita sejahtera dan rantai nilai semakin kuat. Kami siap berkolaborasi bersama-sama dan kami sudah melakukan exercise di beberapa tempat,” kata Menteri Teten Masduki.
Di tempat yang sama Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ni Made Marthini mengatakan bahwa hilirisasi produk kakao yang dilakukan oleh Pipiltin ini menjadi salah satu peluang untuk memajukan sektor pariwisata. Pasalnya tren saat ini industri pariwisata yang banyak diminati wisatawan yaitu ecotourism.
“Tren pariwisata saat ini adalah bagaimana memberikan layanan baru kepada turis untuk mendapatkan pengalaman saat berwisata. Jadi saya kira dengan model pengolahan biji kakao yang diproses dari hulu ke hilir ini bisa menjadi peluang ekonomi bagi kita,” kata Made.
Sementara itu Irvan Helmi, Co-founder Pipiltin Cocoa, bersyukur di tengah mahalnya harga biji kakao namun pihaknya tetap mampu melakukan ekspansi dengan mendirikan pabrik kedua di atas lahan seluas 1.000 meter persegi dengan kapasitas produksi 240 kg per jam.
“Pabrik pertama kami di Jakarta Selatan dan sekarang ini pabrik kedua. Ini menjadi milestone yang berharga bagi kami dan Indonesia sebagai keluarga besar dengan membuka pabrik baru,” kata Irvan.
Irvan mengapresiasi dukungan dari semua pihak khususnya para petani kakao yang tetap konsisten mendukung penyediaan bahan baku cokelat. Dia juga berterima kasih kepada pemerintah yang memberikan berbagai kemudian dalam menjalankan aktivitas usaha di tengah gejolak ekonomi nasional.
“Kita tidak mungkin jalan sendiri, sehingga kita perlu bersinergi dengan pemerintah dan stakeholder lainnya. Kita harap pemerintah terus mendukung langkah para pelaku usaha agar terus berkembang,” kata Irvan.
Direktur Yayasan Kalimajari Agung Widiastuti bersyukur dapat bermitra dengan Pipiltin Cocoa karena petani kakao yang bernaung di bawah koperasi yang dipimpinnya kini bisa menikmati harga jual kakao yang lebih tinggi.
Sejak 2014 koperasinya bermitra dengan Pipiltin para petani kakao di Bali konsisten mendapat harga jual yang layak meski di saat harga kakao anjlok. Hal ini terjadi karena Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya secara rutin menjadi offtaker bagi hasil panen kakao para petani.
“Di tahun 2010 – 2011 para petani kami sulit menemukan mitra yang ideal yang mau menghargai hasil jerih payah petani. Alhamdulillah kami bersyukur dipertemukan Pipiltin yang kami anggap bukan hanya sebagai pembeli saja tapi mitra yang ikut berperan dalam peningkatan kapasitas petani kakao kami,” kata Agung.