Jakarta – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa sektor industri manufaktur Indonesia selama tujuh tahun pemerintahan Joko Widodo tetap memainkan peranan penting bahkan sebagai penggerak dan penopang utama bagi perekonomian nasional.
“Pentingnya peranan sektor industri antara lain dapat dilihat dari realisasi investasi sektor industri manufaktur, yang pada periode pertama (2015-2019) menembus total nilai sebesar Rp1.280 triliun dengan nilai rata-rata investasi tahunan sebesar Rp250 triliun,” kata Menperin Agus di Jakarta, Selasa (26/10).
Dijelaskan Agus, total nilai investasi selama periode lima tahun pertama ini bahkan lebih besar dari nilai investasi yang terakumulasi selama 10 tahun pada kurun waktu 2005-2014.
Pada periode kedua, realisasi investasi di sektor manufaktur tahun 2020 tercatat di angka Rp270 triliun, lebih tinggi dari nilai rata-rata periode sebelumnya meski sektor industri mendapat hantaman keras (hard hit) dari pandemi Covid-19.
“Sementara pada Semester I tahun 2021, realisasi investasi di sektor manufaktur telah terhitung sebesar Rp170 triliun dan diperkirakan terus meningkat seiring dengan perbaikan beberapa indikator ekonomi lain,” terangnya.
Dari sisi ekspor, kontribusi sektor industri manufaktur terhadap ekspor nasional terus meningkat dari USD108,6 miliar pada tahun 2015 ke USD127,4 miliar pada tahun 2019.
Dalam kurun waktu tersebut, tambah Menperin, rata-rata nilai kontribusi ekspor sektor manufaktur berkisar pada angka 75 persen dari total ekspor nasional per tahun.
“Nilai kontribusi ini jauh lebih besar dari kontribusi ekspor manufaktur pada periode pemerintahan sebelumnya (2000-2014) yang hanya menyentuh angka di bawah 70 persen dari total ekspor nasional,” ungkap Agus
Kontribusi ekspor sektor industri manufaktur pada tahun pertama pemerintahan Jokowi jilid II (tahun 2020) justru naik menjadi sebesar USD131,1 miliar di tengah himpitan pandemi Covid-19. Nilai ekspor manufaktur ini merepresentasikan 80,3 persen ekspor nasional tahun 2020 dan menghasilkan surplus neraca perdagangan sebesar USD21,7 miliar.
“Surplus neraca perdagangan sendiri terus berlanjut hingga bulan September 2021 sebesar USD4,37 miliar yang merupakan surplus selama 17 bulan secara berturut-turut sejak bulan Mei 2020,” katanya seraya menyebut bahwa pada periode Januari-Agustus 2021, nilai ekspor sektor manufaktur telah mencapai sekitar USD115,13 miliar.
Purchasing Manager’s Index (PMI)
Di awal periode pertama pemerintahan Jokowi, PMI manufaktur Indonesia berada di bawah 50 poin sepanjang tahun 2015 yang menunjukkan kurang bergairahnya aktivitas di sektor industri sebagai dampak dari tertekannya kinerja ekspor akibat kondisi ekonomi global.
Namun, pada tahun-tahun berikutnya kebijakan ekonomi pemerintah mampu membuat PMI Manukfatur Indonesia terus bergerak hingga menyentuh level ekspansif (di atas 50 poin). Rata-rata nilai PMI Manufaktur Indonesia berada di angka 50,08 pada tahun 2017 dan meningkat ke angka 50,9 pada tahun 2018.
Namun, perang dagang AS-Tiongkok yang berlanjut dengan pandemi Covid-19 pada kurun waktu 2019-2020 menekan PMI Manufaktur ke level 49,7 di tahun 2019 dan secara dalam ke level terendah pada April 2020 dengan angka 27,5 ketika PSBB jilid I diterapkan di ibu kota yang membuat operasional dan kegiatan industri nyaris lumpuh.
PMI Manufaktur Indonesia kembali bangkit ke level ekspansif sejak November 2020 dan terus menguat hingga Juni 2021. Bahkan, pada tahun 2021 ini PMI Manufaktur Indonesia mencetak rekor angka tertinggi sepanjang sejarah dalam tiga bulan berturut-turut, yakni 53,2 pada bulan Maret, 54,6 pada bulan April, dan 55,3 pada bulan Mei.
“Namun seiring kondisi yang semakin terkendali dan dibukanya kembali aktivitas industri secara penuh serta didukung dengan daya adaptasi sektor industri yang telah terbangun sebelumnya, PMI Manufaktur Indonesia kembali ke level ekpansif pada angka 52,2 pada bulan September 2021,” tutur Menperin.
Serapan tenaga kerja
Pada aspek ketenagakerjaan, sektor industri pengolahan di masa pemerintahan Jokowi periode I menunjukkan peningkatan penyerapan jumlah tenaga kerja.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertambahan jumlah tenaga kerja yang sangat signifikan di sektor industri pengolahan sebesar hampir 4 juta orang dalam kurun waktu 5 tahun, naik dari posisi 15,25 juta orang pada tahun 2014 ke 19,2 juta orang pada tahun 2019.
“Peningkatan jumlah tenaga kerja yang terjadi pada tahun 2015-2019 ini lebih besar dari peningkatan jumlah tenaga kerja pada periode 2010-2014 yang menyentuh angka 2,41 juta orang,” paparnya
Namun demikian, lanjut Agus, akibat dampak pandemi Covid-19 jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan secara bertahap berkurang menjadi 18,7 juta orang pada Februari 2020 dan 17,5 juta orang pada Agustus 2020,” papar Menperin.
“Seiring dengan mulai pulihnya sektor industri pengolahan dari dampak pandemi, jumlah tenaga kerja di sektor ini kembali meningkat ke angka 17,82 juta pada Februari 2021,” katanya.
Melihat indikator-indikator kinerja di atas, di tengah berbagai tantangan global, kinerja industri manufaktur Indonesia di masa pemerintahan Jokowi secara keseluruhan menunjukkan pertumbuhan yang selalu positif dari tahun ke tahun.
Ini terlihat dari kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB yang selalu meningkat, nilai investasi sektor manufaktur yang selalu bertambah, kontribusi ekspor yang selalu dominan dalam struktur ekspor nasional, jumlah kontribusi pajak terhadap penerimaan negara, jumlah tenaga kerja yang bertambah, dan resiliensi yang tinggi terhadap gejolak lingkungan termasuk krisis.