Surakarta – Tidak harus ada di kota besar untuk berhasil membuat jenama yang bagus. Kalimat tersebut disampaikan oleh founder Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya.
Upaya membangun jenama lokal dengan produk berkualitas memang dapat dimulai dari mana saja. Berbagai kebijakan telah dijalankan oleh Pemerintah untuk mendukung pemberdayaan pelaku industri dalam negeri.
Eboni Watch, jelas Afidha, merupakan jenama jam tangan produksi Klaten Jawa Tengah. Industri jam tangan berbahan kayu tersebut juga menjadi wadah bagi pemberdayaan dan pengembangan ekonomi lokal.
“Salah satu dukungan yang kami dapatkan dari Kementerian Perindustrian adalah diikutsertakan dalam Creative Business Incubator di Bali Creative Industry Center (BCIC),” katanya.
“Kegiatan hari ini merupakan salah satu contoh bagaimana kita mempromosikan kemampuan lokal untuk ditingkatkan menjadi kebanggaan nasional,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo dalam kegiatan bertajuk “Bangga Total Kenal Produk Lokal” yang dihadiri oleh para pelaku industri kecil dan pemengaruh di kota Surakarta, Jumat (5/5).
Sekjen menyampaikan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong penerapan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Penyelenggaraan program tersebut dilakukan melalui optimalisasi belanja APBN pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN, fasilitasi sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bagi industri kecil dan menengah (IKM), promosi, dan sosialisasi. Selanjutnya, fasilitasi sertifikat SNI, klinik kemasan, sertifikasi HKI, juga pendampingan bagi para pelaku industri.
“Untuk mengembangkan produk lokal, kita perlu mendorong keluarga dan kerabat kita agar mau membeli dan menggunakan barang-barang buatan Indonesia. Ini akan menggerakkan ekonomi lebih luas,” papar Sekjen Kemenperin.
Salah satu contoh sukses penguatan kemampuan lokal adalah berkembangnya sentra industri logam tembaga di Tumang, Boyolali. Kabupaten Boyolali menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah yang digunakan untuk pembangunan sentra.
Saat ini telah terdapat tiga sentra berdasarkan kekuatan daerah, yaitu sentra furnitur, kopi, dan produk tembaga.
“Indikator keberhasilan pengembangan industri di Boyolali adalah tingkat pengangguran nol serta masuknya investor di daerah tersebut. Terbukti sentra mampu membangkitkan ekonomi pedesaan berdasarkan kemampuan masing-masing,” jelas Dody.
Namun begitu, tentu terdapat tantangan dalam pengembangan produk lokal, terutama untuk menembus pasar internasional. Antara lain, mempertahankan konsistensi dari segi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Selain itu, pentingnya menjaga keberlangsungan suplai bahan baku.
Dalam kesempatan tersebut juga hadir founder PT Indotech Trimatra Abadi, Antonius Agung yang membagikan pengalamannya mengembangkan bisnis pembuatan mesin roasting kopi.
Ia menjelaskan, banyak dukungan yang diterima dari Kemenperin, misalnya dalam hal sertifikasi ISO, pendampingan ekspor, serta keikutsertaan pada Hannover Messe 2023.
“Kami membangun bisnis melalui kolaborasi. Pengalaman di Hannover Messe kemarin juga menunjukkan peluang kolaborasi yang begitu besar,” ujarnya.
Di Hannover Messe, paparnya, perusahaannya menjajaki peluang kolaborasi dengan perusahaan asal Belanda untuk menciptakan kapsul kopi dengan bahan yang 60% biodegradable.
Ia menekankan bahwa Indonesia kaya dengan material yang mendukung kelestarian lingkungan.
Kolaborasi juga diterapkan Indotech adalah dengan mengandeng para siswa sekolah vokasi, antara lain SMK 2 Solo dan SMK Maarif di Magelang untuk menciptakan mesin roasting dengan mendorong masing-masing sekolah menggunakan komponen yang diciptakan sendiri, meniru konsep TKDN.
“Kami mengharapkan dalam tiga hingga lima tahun mendatang, para siswa tersebut dapat semakin berkembang,” jelas Antonius.