Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad untuk membangun ekosistem industri halal nasional yang terpadu sehingga mampu berdaya saing global. Langkah strategis ini memerlukan kolaborasi yang kuat di antara pemangku kepentingan terkait sehingga bisa memudahkan untuk mewujudkan sasaran yang ditetapkan.
“Indonesia diharapkan menjadi pusat produksi halal dunia pada tahun 2024 kelak. Kami optimistis target tersebut akan tercapai, dengan potensi yang dimiliki saat ini, mulai dari inovasi sektor industrinya hingga kompetensi sumber daya manusianya,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin, Dody Widodo di Jakarta, Selasa (21/12).
Dody mengemukakan, setelah Kemenperin sukses menggelar Indonesia Halal Industry Awards (IHYA) 2021, akan dilanjutkan dalam kegiatan-kegiatan lainnya dalam rangka kampanye dan promosi halal skala nasional dan internasional bersama dengan sekuruh pemangku ekonomi syariah dan halal di Indonesia.
“IHYA 2021 menjadi langkah awal atau momentum bersama antara pemerintah dengan seluruh stakeholder untuk membangun ekosistem industri halal di Indonesia,” ujarnya.
Apalagi, dari ajang IHYA, muncul banyak inovasi dari individu, pengusaha, akademisi, dan perusahaan yang dapat mendukung dalam pengembangan industri halal di tanah air.
Salah satu upaya membangun ekosistem industri halal, yaitu menumbuhkan wirausaha industri baru di lingkungan pondok pesantren.
Sejak tahun 2013, Kemenperin menggulirkan program Santripreneur. Hingga saat ini, telah membina sebanyak 88 pondok pesantren dengan 12.000 santri yang terlibat.
Pada rangkaian kegiatan IHYA 2021, dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Tujuan MoU ini untuk menjalin sinergi dalam usaha penumbuhan dan pengembangan wirausaha mandiri di lingkungan pesantren.
Lebih lanjut, menurut Sekjen Kemenperin, penguatan wirausaha atau sektor industri kecil dan menengah (IKM) yang akan mengembangan produk halal, juga perlu ditunjang dengan penggunaan teknologi digital.
Hal ini dapat memacu kualitas dan produktivitasnya secara lebih efisien sehingga bisa menghasilkan produk yang kompetitif.
“Selain itu dibutuhkan perluasan akses pasar dan kemudahan akses permodalan,” imbuhnya.
Bahkan, guna mewujudkan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia, selain penguatan industri produk halal, juga perlu dilakukan peningkatan kapasitas produksi produk halal melalui pembentukan Kawasan Industri Halal (KIH), pembentukan zona-zona halal, maupun sertifikasi halal.
Mengutip Wakil Presiden KH Maruf Amin, perlu optimalisasi faktor-faktor yang mendukung Indonesia menjadi pusat pertumbuhan ekonomi syariah dunia.
Pertama, Indonesia merupakan rumah bagi populasi muslim terbesar di dunia (229,6 juta berdasarkan data 2020). Kedua, preferensi dan loyalitas masyarakat terhadap merek produk lokal yang cukup tinggi.
Ketiga, adalah fakta bahwa Indonesia merupakan net exporter produk makanan halal dan fesyen dengan total nilai ekspor masing-masing mencapai USD22,5 miliar USD10,5 miliar. Keempat, meningkatnya investasi di bidang ekonomi syariah. Selanjutnya, konsep ekonomi syariah bersifat universal dan inklusif.
“Kondisi tersebut merupakan cerminan bahwa terdapat ruang dan peluang bagi Indonesia untuk mampu memenuhi kebutuhan domestik yang begitu besar sekaligus menggaet share perdagangan produk halal di tingkat global,” pungkas Dody.