Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong sektor industri di tanah air untuk semakin meningkatkan daya saingnya, mulai dari tingkat produksi, manajemen, hingga pemenuhan persyaratan pasar.
Langkah strategis ini guna mewujudkan pembangunan sektor industri yang mandiri, berdaulat, maju, berkeadilan dan inklusif.
“Di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19, kami berkomitmen untuk selalu mendukung industri nasional dalam meningkatkan daya saing produknya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (25/8).
Menperin menjelaskan, salah satu peran Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Kemenperin adalah menjalankan fungsi pembinaan industri pada perumusan, penerapan, pemberlakuan, dan pengawasan standardisasi, pelaksanaan optimalisasi pemanfaatan teknologi industri, penguatan industri hijau, dan penyusunan rekomendasi kebijakan jasa industri.
“Dalam rangka mendorong industri mencapai keunggulan yang kompetitif, Kemenperin memacu daya saing industri nasional melalui peningkatan jumlah Standar Nasional Indonesia (SNI), simplifikasi prosedur pemenuhan SNI, dan memperkuat lembaga penilaian kesesuaian,” paparnya.
Hingga Agustus 2021, dari total 13.651 SNI, sebanyak 5.062 SNI merupakan SNI bidang Industri. SNI bidang Industri tersebut telah diterapkan oleh perusahaan sebanyak 123 SNI wajib dan 364 SNI sukarela.
“Secara khusus pada tahun 2021 ini, kami telah menetapkan 3 SNI wajib bidang industri. Kami juga telah melakukan pembahasan 85 rancangan SNI sehingga diharapkan mampu mendorong daya saing industri nasional di pasar domestik maupun global,” tutur Agus.
Terkait dengan pengembangan industri hijau, sampai saat ini, Kemenperin telah menetapkan 28 Standar Industri Hijau (SIH). Selain itu, sebanyak 37 perusahaan industri telah tersertifikasi industri hijau. Pembangunan industri melalui kaidah-kaidah industri hijau ini merupakan amanat Undang-Undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
“Dengan penerapan industri hijau, industri akan beroperasi secara efektif dan efisien, melakukan proses produksi bersih melalui upaya mengurangi, menggunakan kembali, mengolah kembali, dan memulihkan rantai nilai produksi atau yang dikenal dengan konsep 5R, yang mana di tataran global dikenal dengan konsep circular economy,” ungkap Menperin.
Oleh karena itu, Kemenperin membina industri dalam negeri untuk dapat mengadopsi pemenuhan standar industri hijau sehingga industri dalam negeri mampu berdaya saing baik ditinjau dari efektivitas dan efisiensi produksi, profit, dan kemampuan penetrasi ke rantai nilai global yang saat ini mulai masif mempersyaratkan industri untuk menerapkan kaidah-kaidah sustainable development (pembangunan berkelanjutan).
Sejalan upaya tersebut, guna mendorong industri dalam negeri memenuhi standar yang ditetapkan dan meningkatkan daya saing melalui penguasaan teknologi, Pemerintah telah menginisiasi penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0, yang telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2018 lalu.
Adapun berbagai program Making Indonesia 4.0 yang telah dijalankan Kemenperin, antara lain penilaian self asessment kesiapan transformasi industri 4.0 kepada 775 perusahaan industri dengan menggunakan alat ukur Indonesia Industry 4.0 Readiness Index atau INDI 4.0.
Kemudian, pemberian penghargaan INDI 4.0 kepada 18 perusahaan industri yang telah sukses bertransformasi menjadi industri 4.0.
Selanjutnya, penetapan tiga industri sebagai National Lighthouse, pendampingan transformasi kepada 45 perusahaan industri 4.0, menghubungkan 13.000 Industri Kecil Menengah (IKM) dalam marketplace melalui program e-Smart IKM, membangun Capability Center atau Pusat Industri Digital (PIDI 4.0), dan menyiapkan sebanyak 760 Manajer Transformasi Industri 4.0 melalui program pelatihan.
Di samping itu, kebijakan strategis lainnya dalam upaya memacu daya industri nasional, Kemenperin telah mengeluarkan kebijakan substitusi impor 35% pada tahun 2022.
Strategi ini ditempuh guna merangsang pertumbuhan industri substitusi impor di dalam negeri, peningkatan utilitas industri domestik, dan peningkatan investasi untuk produksi barang-barang substitusi impor.