Jurnalindustry.com – Jakarta – Dalam rangka transisisi energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pemerintah terus mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, Pembangkit Listrik Tenaga Air, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro, Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, dan Pembangkit Listrik Tenaga Bio-energi.
Untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan tersebut, Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 34 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Modul Surya dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No.11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
“Kedua peraturan tersebut menggantikan Permenperin No. 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang telah dicabut melalui Permenperin No. 33 Tahun 2024,” ujar Plt. Direktur Jenderal Industri Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Putu Juli Ardika di Jakarta.
Putu menjelaskan, penerbitan Permenperin No. 34 tahun 2024 dan Permen ESDM No. 11 Tahun 2024 yang menggantikan Permenperin No. 54 tahun 2012 dilakukan antara lain, untuk:
1. Pengaturan ketentuan TKDN bagi pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang dibiayai dengan dana pinjaman atau hibah luar negeri (PHLN);
2. Pengaturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) proyek pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dalam kewenangan Kementerian ESDM, sementara perhitungan TKDN produk modul surya diatur dalam Permenperin No 34 tahun 2024;
3. Pengaturan nilai minimal TKDN proyek pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan oleh Kementerian ESDM menyesuaikan dengan kemampuan industri dalam negeri.
Berdasarkan Permen ESDM No. 11 tahun 2024, terkait pengaturan TKDN untuk pembangunan PLTS, relaksasi dapat diberikan setelah ditetapkan dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi urusan energi untuk pembangunan PLTS yang tercantum dalam RUPTL, yang kontrak jual beli listriknya (PPA-Power Purchase Agreement) dilaksanakan paling lambat 31 Desember 2024 dan selesai pembangunannya (COD) paling lambat 30 Juni 2026.
Putu menyampaikan, kebijakan pengaturan TKDN pada pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, khususnya PLTS, telah mampu menumbuhkan investasi dan ekosistem industri modul surya dalam negeri. Salah satu di antaranya adalah PT. Trina Mas Agra Indonesia (TMAI), perusahaan manufaktur sel surya dan modul surya terintegrasi pertama di Indonesia.
PT. TMAI sedang membangun pabrik berkapasitas produksi awal sebesar 1 gigawatt peak per tahun dengan nilai investasi lebih dari USD100 juta di Kawasan Ekonomi Khusus Kendal, Jawa Tengah, yang menggunakan teknologi i-TOPCon & n-type cell dengan ukuran modul sampai dengan 700Wp.
Pabrik panel dan sel surya diharapkan dapat beroperasi secara komersial masing-masing pada kuartal kedua dan kuartal ketiga tahun 2024.
Selain Trina, beberapa pabrikan kategori “Tier 1” BNEF seperti Jinko, Seraphim, SEG Solar, juga menyatakan ketertarikan untuk berinvestasi di Indonesia.
“Dengan adanya pengaturan ulang melalui penerbitan Permenperin No. 34 tahun 2024 dan Permen ESDM No. 11 Tahun 2024, pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan PLTS tetap mengutamakan penggunaan produk dalam negeri dan mematuhi ketentuan TKDN sebagaimana telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk PP 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, serta peraturan terkait lainnya,” pungkas Plt. Dirjen ILMATE.