Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk terus mewujudkan amanah perundang-undangan dalam memperkuat ekonomi nasional melalui pemberdayaan industri halal yang berfokus pada pengaturan, fasilitasi, pembinaan, serta pengawasan. Langkah strategis ini guna mendukung Indonesia untuk tampil sebagai mesin ekonomi halal global.
“Salah satu upaya yang kami realisasikan adalah membentuk unit baru, yakni Pusat Pemberdayaan Industri Halal (PPIH),: kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada acara Peluncuran Program Fasilitasi Halal, Kamis (19/8).
Sebagai program awal PPIH, Kemenperin hadir dalam pemberian Fasilitasi Penyelia Halal bagi Kawasan Industri Halal Safe and Lock serta Industri Kecil dan Menengah (IKM) di wilayah Jawa Timur.
“Diharapkan kegiatan ini dapat menstimulus berkembangnya ekosistem halal dan memperkuat daya saing produk nasional,” jelas Menperin.
Selain itu, untuk memacu industri yang maju dan berdaya saing, Kemenperin mendorong agar pelaku industri mampu merespon dan beradaptasi dengan dinamika dan tren global termasuk peluang pasar, khususnya global.
Industri halal telah berkembang menjadi sektor manufaktur baru yang tumbuh menjadi bisnis global dengan pertumbuhan paling cepat di seluruh dunia. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya negara yang menerima konsep halal sebagai salah satu faktor penentu mutu sebuah produk.
“Meskipun halal berkaitan dengan kekhususan umat Muslim dalam konsumsi dan penggunaannya, produk halal tidak hanya diperuntukkan bagi Muslim saja, tetapi dapat diperuntukkan bagi seluruh umat manusia,” papar Menperin.
Di samping itu, ukuran pasar ekonomi halal baik di dalam maupun luar negeri sangat besar. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, populasi penduduk muslim di Indonesia per Agustus 2021 adalah 231 juta jiwa, atau 85% dari total populasi Indonesia.
Sementara penduduk muslim dunia saat ini diperkirakan 1,8 miliar jiwa. laporan dari Global Islamic Economy Indicator (GIEI) tahun 2020/2021 mencatat potensi pasar global produk halal diperkirakan mencapai 3 Trilyun USD di tahun 2023.
“Masih berdasarkan GIEI, saat ini Indonesia menempati peringkat 4 untuk sektor makanan halal, peringkat 3 untuk busana dan mode halal, peringkat 6 untuk kosmetik dan obat halal dan peringkat 5 untuk media dan rekreasi halal, peringkat 6 untuk wisata halal, serta peringkat 6 untuk keuangan syariah. Artinya, Indonesia masih dapat mengoptimalkan peluang dari ekonomi halal, terlebih sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia,” papar Agus.
Ia menambahkan, mengingat halal telah menjadi standar yang diakui dunia, dan tuntutan masyarakat muslim untuk adanya jaminan halal terhadap produk yang dikonsumsinya, maka negara harus hadir dan mengambil alih peran penting tersebut.
Di dalam peraturan perundangan jaminan produk halal diatur tentang pemberlakuan kewajiban memiliki sertifikat halal bagi produk yang beredar, diproduksi, dan diperjualbelikan di wilayah Indonesia.
Penetapan kewajiban bersertifikat halal ini bagian dari kebijakan pemerintah memastikan industri halal dapat tumbuh dan akselerasi tumbuhnya bisa dipercepat.
Lebih lanjut, dalam menguatkan daya saing industri halal, Kemenperin juga menyiapkan infrastruktur halal melalui Kawasan Industri Halal (KIH) yang akan menerapkan Sistem Jaminan Produk Halal.
“Saat ini telah terdapat tiga kawasan industri yang siap menyediakan zona halal, yaitu Modern Cikande Industrial Estate, Bintan Inti Industrial Estate, serta Kawasan Industri Halal Safe & Lock, Sidoarjo, Jawa Timur,” sebutnya.
Agus menambahkan, dalam upaya pengembangan industri halal di Indonesia terutama bagi sektor IKM yang jumlahnya mencapai 1,6 juta, Kemenperin pun hadir untuk memperkuat dan mempercepat ekosistem halal dalam pemberian fasilitas halal melalui pendampingan proses, sertifikasi produk dan personil, infrastruktur halal melalui kawasan industri halal, penyediaan Lembaga Pemeriksa Halal oleh UPT, penyediaan Lembaga Diklat oleh BDI, serta pembukaan akses pasar bagi produk halal baik dalam dan luar negeri.