Jakarta – Siapa sangka, produk berteknologi tinggi yang biasanya datang dari luar negeri, kini mampu tersedia di Indonesia. Bahkan salah satunya, produk yang dihasilkan oleh Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) seperti yang diproduksi oleh PT Alam Virtual Semesta (AVS).
AVS merupakan produsen asal Indonesia yang menyediakan alat-alat simulator. Mulai dari simulator untuk pendidikan teknik dan kedokteran, simulator kendaraan pembuatan SIM, video conference yang terjamin kerahasiaannya, hingga simulator alat-alat militer seperti tank dan senjata.
Kehadiran AVS dalam gelaran Business Matching Tahap Kedua yang digelar Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) di Smesco, menjadi bukti bahwa Indonesia mampu menciptakan produk dengan teknologi tinggi, yang mampu bersaing dengan produk teknologi asing.
“Kami sudah hampir empat tahun berdiri, dan fokus bisnis kami lebih banyak pada penyediaan alat simulator, teknologi berbasis Internet of Things (IoT) dan elektronik informatika. Di mana 100 persennya teknologi ini kami ciptakan sendiri,” jelas Business Manager PT Alam Virtual Semesta Dwi Wahyudi saat mengikuti pameran Business Matching Tahap Kedua di Smesco (17/4).
Selama ini, AVS telah sukses memenuhi kebutuhan simulator untuk pelatihan dan pengujian di tingkat pendidikan. Alat yang diproduksi AVS seperti simulator las/Welding Simulator, banyak dipesan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tersebar di Pulau Jawa dan Kalimantan.
“Di mana SMK ini didanai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pemerintah yang disalurkan pemerintah provinsi. Serapan pemerintah daerah untuk kebutuhan sekolah cukup tinggi, terutama welding simulator las untuk SMK, tiap tahun kebutuhan di dinas pendidikan selalu ada. Nggak pernah dicoret dari anggaran,” ucap Dwi.
Selain untuk pendidikan, simulator yang diproduksi AVS juga banyak dipesan oleh industri pertambangan dan perminyakan. Tak hanya itu, alat-alat simulator AVS ini juga lebih banyak diekspor ke Filipina lewat tender.
“Diharapkan dengan adanya business matching ini, yang tadinya kami fokus ekspor saja, tapi dibantu juga untuk menyediakan kebutuhan di dalam negeri melalui belanja pemerintah. Karena kalau kita sendiri itu cukup sulit,” imbuhnya.
Dwi menjamin, alat simulator buatan AVS tak kalah bersaing dengan produk luar negeri. Di Pulau Jawa, pihaknya kerap kali harus head to head dengan produk dari Eropa seperti Inggris dan Rusia.
“Secara kualitas, lawan tender kita kebanyakan dari Australia, Rusia dan Eropa. Beberapa kali kita menang tender lawan Australia dan Eropa. Karena dari segi cost pasti mereka lebih tinggi, namun kualitas yang hampir sama,” tuturnya.
Selain itu, keunggulan produknya adalah, karena muatan lokal, secara konten bisa mudah di-custom sesuai kebutuhan. Dwi memastikan, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) produk-produk AVS ini diatas 60-70 persen.
“Karena barang pure membuat sendiri, kecuali monitor sama komputer. Sisanya manufacturing dan teknologi 100 persen kita buat sendiri,” yakin Dwi.
Melalui business matching ini, pihaknya bisa lebih jauh mengenalkan produknya kepada instansi pemerintah maupun swasta. Kemudian AVS bisa menjalin lebih banyak interkoneksi.
“Kami belum masuk e-kalatog nya LKPP, karena business matching ini kami jadi tahu caranya dan bisa mengurus sertifikasi TKDN lebih baik. Diharapkan acara ini banyak membantu UKM,” ungkapnya.
Terkait hal tersebut, Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan, business matching membantu mempertemukan kebutuhan pemerintah dan UMKM.
“Kita jadi tahu berapa sih kebutuhan pemerintah. Kalau ada gap ya kita bisa siapkan industrinya untuk memenuhi gap tersebut,” kata Hanung.
Dengan tegas, pihaknya mendorong lebih banyak lagi produk inovasi yang harus dikenalkan ke publik, sehingga pemanfaatannya akan lebih besar.
“Bahwa banyak dari kita ini, juga baru tahu kalau anak-anak muda Indonesia bisa membuat teknologi tersebut,” ucapnya.
Hanung menyebut, saat ini market inovasi produk berbasis teknologi sangat luas. Ketersediaan barang pun bisa dipenuhi di dalam negeri, sehingga tak perlu lagi mengimpor dari China.
“Teman-teman kita ini bisa membuat alat simulasi las untuk pendidikan. Penerbangan juga bisa, tergantung permintaannya. Bahkan bedah anatomi, menembak simulator juga ada. Salah satu tujuan kita memperkenalkan apa yang sudah anak bangsa bisa buat,” ungkap Hanung.
Untuk itu, pihaknya memohon dukungan dari semua pihak, guna mensukseskan kegiatan Business Matching Tahap Kedua ini. Sementara dari pihak penyedia dalam hal ini UMKM, diharapkan untuk masuk dalam ekosistem LKPP, baik melalui e-katalog maupun bela pengadaan.
“Semoga Kementerian/Lembaga (K/L) daerah juga tak ragu-ragu beli produk lokal yang sudah teruji,” pungkasnya.