JurnalIndustry.com – Bali – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) turut dalam Program Pemberdayaan Reforma Agraria yang menjadi program lintas sektoral kementerian dengan menyiapkan sejumlah agenda dalam mendukung pemberdayaan petani di lahan perhutanan sosial, salah satunya melalui korporatisasi petani.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menjelaskan, salah satu program yang ditekankan KemenKopUKM dalam Reforma Agraria adalah penerapan model bisnis korporatisasi petani. Para petani di lahan yang sempit yang cenderung subsisten dikonsolidasikan agar bergabung dalam sebuah koperasi.
“Nantinya koperasi menjadi offtaker, membeli tunai produk dari petani, yang kemudian dipasarkan oleh koperasi. Dengan begitu, pembiayaan mulai dari KUR klaster hingga dana bergulir koperasi, akan mudah masuk ke petani melalui koperasi. Mengingat selama ini perbankan belum banyak yang masuk ke sektor pertanian karena dinilai rentan,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam acara Penyerahan Integrasi 21 Program Pemberdayaan Lintas Kementerian Untuk Reforma Agraria di Desa Sumberklampok, Buleleng, Bali, Selasa (21/6).
MenKopUKM melanjutkan, sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi, pemberian sertipikat ini berarti masyarakat meminjam lahan seluas 2 hektar (ha) dalam waktu 35 tahun dengan konsep perhutanan sosial. Sehingga diharapkan pengelolaan lahan sosial ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi di daerah.
“Saya sebagai MenKopUKM bersedia mengembangkan model bisnisnya. Bersama Pak Mentan, nanti dalam skala ekonomi, sudah ada bisnis model pertanian sosial. Masyarakat bisa menanam pisang, sayur-sayuran atau tanaman lain. Kita siap kembangkan koperasi perhutanan sosial ini,” katanya.
Khusus untuk korporatisasi petani, Menteri Teten mengatakan, dirinya diamanatkan untuk melakukan piloting korporatisasi petani. Sehingga dalam mengembangkan lahan sosial ini, yang perlu dipikirkan adalah petani berlahan sempit ini membangun corporate farming dengan mengolah produk sesuai permintaan pasar.
Saat ini KemenKopUKM sudah memiliki piloting model bisnis corporate farming yang sedang berjalan.
“Untuk pisang kami punya model bisnisnya ada di Lampung, Aceh, dan Garut. Untuk sayur mayur kami kembangan korporatisasi petani di Ciwidey. Ke depan, kami juga dalam proses mengembangkan untuk petani sawit di Sumatera, untuk memproduksi minyak makan merah, yang memiliki benefit kesehatan yang tinggi terutama dalam mengatasi stunting,” kata Menteri Teten.
Dalam Reforma Agraria ini, KemenKopUKM memiliki empat kegiatan, yaitu pendampingan akses KUR, Penguatan Kelompok Tani dan Koperasi, Dana Alokasi Khusus secara fisik dan non fisik, dan pendampingan lanjutan.
Reforma Agraria di Desa Sumberklampok, Buleleng, Bali ini melibatkan sejumlah K/L terkait, yakni KSP, Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenKopUKM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Di kesempatan yang sama, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan, program pemberdayaan di Desa Sumberklampok ini diharapkan menjadi percontohan bagi daerah-daerah lain dan hal itu berjalan secara bertahap.
“Pemerintah menetapkan Desa Sumberklampok ini menjadi insipirasi, sehingga program ini bisa terus berjalan,” kata Moeldoko.
Ia menegaskan, KSP bertugas mengawal program prioritas dan strategis Presiden dan Wakil Presiden RI, langsung berkoordinasi dengan K/L maupun pihak lain, dalam memuluskan program. “Program ini dilakukan secara terpadu, jika dinominalkan ini bisa mencapai Rp10 miliar, ke depan diharapkan terus meningkat,” ujarnya.
Menurut Moeldoko, Reforma Agraria bukan hanya soal membagikan sertipikat, dan menyelesaikan permasalahan yang sudah lama berlarut-larut, namun lebih kepada untuk menjalankan amanat tanah yang redistribusi yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Reforma Agraria merupakan salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang berkomitmen untuk membantu masyarakat memiliki hak milik penggunaan atas lahan yang bermasalah/konflik. Saat ini sebanyak 28 juta sertipikat telah diserahkan Presiden Jokowi melalui Kementerian ATR/BPN di seluruh Indonesia.