Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus mendorong peningkatan produktivitas dan pengembangan industri gula, terutama melalui konsep terintegrasi dengan perkebunan tebu, baik di wilayah dataran tinggi maupun lahan rawa.
Langkah ini dilakukan guna mengakselerasi pemenuhan kebutuhan gula yang kian meningkat baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun untuk bahan baku bagi sejumlah sektor industri penggunanya.
“Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan perkebunan tebu di lahan rawa. Perkebunan yang berlokasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, menjadi perkebunan pertama di Indonesia yang berada di lahan rawa. Perkebunan ini dikembangkan oleh PT Pratama Nusantara Sakti (PT PNS) sejak tahun 2009,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika di Jakarta, Kamis (18/5).
Kemenperin memberikan apresiasi atas upaya dan keberhasilan yang dicapai oleh PT PNS dalam pengembangan industri gula terintegrasi dengan perkebunan tebu di lahan rawa. Beberapa waktu lalau, Dirjen Industri Agro melakukan kunjungan kerja ke PT PNS di OKI, Sumatera Selatan.
PT PNS melakukan penanaman tebu pertama kali pada tahun 2013, dan sampai tahun 2022 telah menanam seluas 11.400 Ha termasuk program kemitraan seluas 211 Ha yang melibatkan tidak kurang 133 Kepala Keluarga.
Tanaman tebu di lahan rawa ternyata di atas rata-rata produktivitas tanaman tebu nasional, yaitu mencapai 100 ton/ha.
PT PNS telah menyelesaikan pembangunan pabrik gula dengan kapasitas 6.000 ton cane per day (TCD) dan melakukan commissioning pada tahun 2020. Produksi gula secara komersial dari tanaman tebu dimulai tahun 2021, PT PNS telah siap menambah investasi untuk meningkatkan kapasitas giling menjadi 12.000 TCD dengan upaya-upaya pembukaan lahan baru dan pengembangan kemitraan penanaman tebu menjadi 25.000 Ha.
“PT PNS adalah perusahaan pionir yang telah menyulap pemanfaatan lahan rawa menjadi perkebunan tebu produktif di Indonesia, dimana PT PNS telah berhasil melakukan alih fungsi lahan rawa (lahan marjinal) yang tidak produktif menjadi lahan produktif untuk penanaman tebu,” papar Putu.
Menurutnya, usaha pemanfaatan lahan rawa sebagai lahan produksi gula tebu masih menghadapi beberapa kendala yang menyebabkan Harga Pokok Produksi (HPP) gula menjadi tinggi, seperti biaya transportasi yang tinggi untuk transportasi sarana dan prasarana meliputi alat, pupuk, dan batu bara.
“Selain itu, kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja perkebunan baik dari sisi jumlah maupun kualitas, serta kesulitan untuk melakukan mekanisasi pertanian dikarenakan jenis tanah marine clay yang sulit untuk mobilisasi mesin dan peralatan,” tutur Direktur Operasional PT PNS, Deni Gunawan.
Sementara itu Direktur Pendukung Bisnis PT PNS, Isman Hariyanto membenarkan bahwa sarana transportasi menjadi salah satu penunjang utama dalam meningkatkan daya saing produk gula PT PNS.
“Saat ini, akses menuju Tol Kayu Agung dari Dusun Waduk Gajah Mati, luar area PT PNS sekitar 225 KM, dimana sebagian besar telah dibangun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Pemerintah Kabupaten OKI, diharapkan pembangunan sisa jalan dapat dilanjutkan untuk meningkatkan akses dan kemudahan transportasi baik untuk masyarakat dan industri,” ungkap Isman.
PT PNS berkomitmen mendukung program pemerintah untuk menjadi role model dalam pemanfaatan lahan rawa menjadi perkebunan tebu.
Mengacu pernyataan Pemerintah pada saat panen perdana PT PNS tahun 2019, luas daerah rawa di seluruh Tanah Air sekitar 21 juta Ha dengan area bisa ditanami atau bisa diolah sekitar 8-10 juta ha. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan gula nasional, hanya dibutuhkan lahan rawa seluas 1 juta ha untuk penanaman tebu.